Jagalah Kehormatanmu, Wahai Ukhti….

>> Selasa, 22 Desember 2009

Menjadi laki-laki atau perempuan memang bukan pilihan kita. Tetapi menjadi laki-laki yang baik atau buruk adalah sebuah pilihan dalam genggaman kita. Terlebih-lebih bagi perempuan, mau menjadi wanita shalihat atau ahli maksiat adalah pilihan yang harus diambil.

Dalam setiap tayangan TiVi, dapat dipastikan bahwa wanita senantiasa menghiasi semua program. Iklan-iklanpun bertaburan bintang-bintang wanita sekalipun barang yang dijual tidak ada hubungan sama sekali dengan wanita. Wanita sudah menjadi bagian penting dalam promosi, bahkan komoditi itu sendiri.

Tak jarang, wanita-wanita seperti ini menjadikan profesi bintang publikasi sebagai cita-cita dan tujuan hidupnya karena dengannya popularitas dapat diraih dan duitpun menumpuk di kantong. Untuk mencapai tujuannya ini tak jarang mereka menggunakan segala cara. Tubuh yang Allah anugerahkan untuk dijaga kehormatan dan ditutupi auratnya justru dieksploitasi habis-habisan. Tak sedikit yang kemudian menggadaikannya…

Duhai diri, apa yang akan kau sampaikan di hadapan Rabbmu di hari pengadilan nanti?

Ketika lidah dikunci dan setiap helai rambut menjadi saksi? Tatkala lisan tak berfungsi dan setiap degup hati dimintai pertanggungjawaban?

Itulah sebabnya menjadi wanita shalihat adalah sebuah keharusan. Karena wanita shalihat akan menjadi ibu shalihat dan ibu shalihat saja yang akan melahirkan generasi shalih dan shalihat. Dan hanya generasi shalih-shalihat yang mampu menjadikan dunia seisinya aman dan sentausa dalam ridla Allah SWT.

Oleh karena itu saudariku, tutuplah auratmu agar tak ada mata yang menjadi liar karenanya. Tutuplah dengan sempurna agar tak ada celah bagi setan untuk membeliakkan mata saudara-saudara kita. Lindungi aurat kita dengan santun dan mulia. Bukan ditutup tapi ditonjolkan. Bukan ditutup tapi diketatkan. Bukan ditutup tapi dibelah tinggi.

Tolonglah saudara-saudara lelaki kita agar teduh mata hatinya….

Duhai diri, tak cukup hanya menjilbabi fisikmu. Wajah cantik muslimah pun menggugah selera. Teduhkan wajahmu dengan malu kepada Allah SWT agar setiap senyummu menjadi sedekah, bukan penghias mimpi para jejaka. Jadikan lantunan suaramu sebagai tadzkirah bukan penghias telinga yang membuai para pendengarmu. Setiap sepak terjangmu jadikan jihad di jalanNYA agar barakah setiap amalmu. Siapapun kelak yang menjadi suamimu adalah mukmin shalih yang engkau percayakan sepenuhnya di tangan Rabbmu..

Wahai saudariku muslimah, jagalah kehormatanmu dan bersiaplah menyongsong dunia yang penuh persaingan!

Berjilbab bukanlah halangan untuk maju! Aisyah ra adalah contoh nyata bahwa hijab tidak menghalangi beliau sebagai guru para sahabat radliyyallaahu anhum. Ketinggian ilmu Bunda Aisyah tidak ada tandingannya. Shahabiyah yang lainpun menorehkan tinta emas dalam sejarah panjang kegemilangan Islam. Semuanya dilakukan dengan elegan, bermartabat dan berkualitas. Bukan dengan cara pintas yang menggadaikan harkat dan jati diri kita.

Wahai Ukhti shalihat, melesatlah ke depan memimpin kaum wanita karena di tanganmulah nasib bangsa ini ditentukan melalui generasi yang akan engkau lahirkan. Yakinlah bahwa setiap insan yang terlahir dari rahimmu adalah khalifah yang dinanti oleh dunia yang tengah sekarat ini…

Read more...

Wasiat Untuk Keluarga Dan Anak-Anak

>> Senin, 21 Desember 2009

Wahai saudaraku muslim! Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,

Artinya, “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka{laki-laki}atas sebagian yang lain {wanita}dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (An-Nisa: 34)

Allah telah menjadikan laki-laki sebagai pemimpin bagi para wanita dan ini sesuai dengan fitrah dan naluri manusia, agar alam ini berjalan sesuai dengan hukum-hukum Allah Subhannahu wa Ta'ala .
Maka bagi laki-laki memiliki kewajiban untuk mendidik istri dan anak-anaknya dengan pendidikan yang baik dan benar yang akan menjamin kebahagian dunia dan akhirat. Dan pendidikan yang paling penting adalah mengajarkan mereka agama dan adab-adab Islam sebagai realisasi dalam meneladani Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan meniti kehidupan sesuai dengan ajarannya. Wahai para ayah ajarkan dan didiklah anak-anak kalian dengan ilmu yang bermanfaat dan amal yang sholih.

Ajarkan juga pokok-pokok keimanan yang telah diterangkan oleh Al-Qur‘an dan biasakanlah mereka untuk berpegang teguh dengan rukun-rukun Islam. Ajarkan kepada istri dan anak-anak kalian untuk mencintai Allah, tancap-kan keimanan, kecintaan, penghormat-an, dan pengagungan terhadap Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam di dalam hati mereka. Mereka wajib untuk menaati apa yang diperin-tahkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam, membenarkan setiap berita yang beliau sampaikan dan menjauhi apa yang dilarangnya dan tidak beribadah kepada Allah, melain-kan sesuai dengan apa yang dia syariatkan. Barang siapa yang berpaling dari petunjuknya, maka dia termasuk ahlul bid’ah.

Ajarkan mereka untuk mencintai sahabat Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam yang mulia sebagai imam yang telah mendapatkan petunjuk yang lurus. Terangkan kepada mereka bagaimana sahabat beribadah, berakhlak dengan akhlak yang mulia, berilmu yang luar biasa, bersungguh-sungguh dalam beragama. Dan terangkan juga tentang jihad dan perjuangan mereka di jalan Allah Subhannahu wa Ta'ala. Hingga akhirnya melalui mereka Allah membuka hati dan telinga umat manusia, membuka negara-negara dan kerajaan-kerajaan, dan menghukum orang orang kafir dan munafik dengan kehinaan.

Dan terangkan juga tentang sejarah hidup mereka yang luar biasa, bagai-mana kebenaran Iman mereka dan sempurnanya mereka di dalam mengikuti Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam , dalam beribadah, berjihad dan menginfaqkan harta yang amat banyak dalam rangka untuk mencari ridha Allah Subhannahu wa Ta'ala .

Dan tanamkan kepada mereka bahwa orang yang berbahagia adalah orang yang mau mengikuti Sahabat Rasullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan orang yang celaka adalah yang mencela, mendiskreditkan mereka serta menempuh jalan kehidu-pan selain jalan mereka.

Dan perintahkan kepada mereka untuk menunaikan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, perintahkan anak laki-laki supaya berjamaah di masjid bersama kaum muslimin, dan yang perempuan supaya berjamaah bersama ibu mereka di rumah. Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman,
Artinya,“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, Kamilah yang memberi rizki kepa-damu. Dan akibat(yang baik) itu adalah bagi orang yang bertaqwa." (Thaha: 132)

Dan juga pisahkan tempat tidur antara anak laki-laki dan perempuan ketika mereka berumur sepuluh tahun, jauhkan mereka dari kawan yang jelek. Tumbuhkanlah mereka dengan ahklaq ahlu iman, seperti berbakti kepada orang tua, silaturahim, bergaul dengan baik terhadap saudara seagama, senang bersedekah, berbuat yang ma‘ruf dan kebaikan, menghormati tetangga dan tamu, dan mencegah dari perbuatan jelek serta menyakiti sesama manusia.

Dan ajarkan juga tentang keimanan kepada qadla dan qadar, ajarkan agar selalu menghadapi takdir dengan menyerahkannya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala sebagai Rabb yang mengatur seluruh alam. Karena sesungguhnya Allah yang memberi dan Allah yang memgambil, segala sesuatu datang dari sisi-Nya sesuai dengan waktu yang ditentukan-Nya. Orang yang berbahagia adalah orang yang beriman kepada Allah dan bertawakal kepada-Nya serta berusaha keras mencari jalan-jalan (wasilah) yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Orang yang celaka adalah orang yang menuyelisihi-Nya, bermaksiat terhadap perintah-Nya, menentang-Nya, kufur terhadap-Nya, benci terha-dap ketentuan-Nya dan berpaling dari takdir-Nya.
Jauhilah perkara-perkara yang mengantarkan kepada kemurkaan Allah Subhannahu wa Ta'ala yang mengakibatkan dimasuk-kan ke dalam api neraka bersama orang-orang kafir Allah Ta‘ala berfirman,
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat yang kasar dan keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu menger-jakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)

Jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka, dengan membuka pintu-pintu kebaikan kepada anak dan istri kalian dan selalu mengarahkan mereka kepada kebaikan-kebaikan tersebut, selalu memberi dorongan kepada mereka untuk melaksanakannya, dan hendaknya kalian menjadi teladan bagi seluruh anggota keluarga.

Jangan sekali-kali meremehkan pendidikan terhadap keluarga kalian, dan jangan menganggap ringan dalam mengarahkan dan menunjuki mereka didalam kebaikan, karena kalian bertanggung jawab atas mereka.

Bersabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam ,
“Sesungguhnya Allah akan menanyakan kepada setiap pemimpin amanah yang diembankan kepadanya; apakah dia menjaganya atau menyia-nyiakannya, sampai seseorang ditanyai tentang keluarganya” (HR. An-Nasai)

Dan bersemangatlah dalam mendidik mereka di dalam kebaikan dunia dan akhirat. Semoga Allah menjadikan kita seperti orang-orang yang Allah firmankan,
Artinya, “Yaitu surga 'Adn yang mereka masuk kedalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan) "Salamun 'alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesuda-han itu.” (Ar-Ra’d : 23-24)

Dan bersungguh-sungguhlah dalam mengajarkan mereka tentang Kitabullah dan as-Sunnah serta atsar-atsar (perikehidupan) salafusholih, maka Allah akan memberikan kemuliaan kepada kalian lebih dari yang kalian harapkan, dan akan mengamankan kalian dari mara bahaya apa pun, akhirnya Allah akan mengumpulkan kalian bersama anak dan istri kalian disurga-surga dan akan duduk ditempat orang-orang yang terhormat. Allah berfirman,
Artinya, “Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal mereka, tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (At-Thur : 21)

Sesungguhnya seorang ayah apabila memberikan perhatian serius di dalam mendidik anak dan istrinya serta orang-orang yang menjadi tanggung jawab-nya, maka ia ibarat seseorang yang menebarkan di atas bumi yang subur benih-benih yang paling bermanfaat dan paling baik, yang kelak dengannya akan mendatangkan buah yang melim-pah dan hasil (panen) yang baik.

Tetapi apabila meremehkan pendidikan keluarga dan merasa cukup dengan sekedar memberikan makan, minum, pakaian dan lainnya, kemudian ia tinggalkan begitu saja seperti bina-tang ternak, tidak mengetahui yang halal dan yang haram, dan tidak menunaikan kewajiban dan tanggung jawab, dan tidak ada rasa penghormatan kepada yang tua dan tidak ada belas kasihan terhadap yang muda, maka yang seperti itu justru akan menjadi azab bagi diri mereka, keluarga dan masyarakat seluruhnya.
Padahal setiap muslim akan ditanya di hadapan Allah Subhannahu wa Ta'ala tentang beban tanggung jawab yang dipikulnya. Apakah ia tunaikan dan pelihara atau malah justru melalaikan dan menyia-nyiakannya.

Sesungguhnya anak-anak kita, belahan hati kita adalah pemuda-pemuda di hari ini dan merupakan generasi penerus untuk masa depan, jangan kalian melupakan doa untuk mereka, supaya mendapatkan hidayah dan taufik dari Allah Subhannahu wa Ta'ala agar menempuh jalan yang dicintai Allah dan diridhai-Nya.
Artinya, “Ya Rabb kami, anugerah-kanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.”

Read more...

Keutamaan Bulan Muharram

>> Kamis, 17 Desember 2009

Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Allah Ta’ala berfirman yamg artimya:

“Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram” (QS. At Taubah: 36)

Kata Muharram artinya ‘dilarang’. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian ketika Islam datang kemuliaan bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan tidak berperang.

Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut bulan Allah (syahrullah). Beribadah pada bulan haram pahalanya dilipatgandakan dan bermaksiat di bulan ini dosanya dilipatgandakan pula. Pada bulan ini tepatnya pada tanggal 10 Muharram Allah menyelamatkan nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah saw. menetapkan puasa pada tanggal 10 Muharram sebagai kesyukuran atas pertolongan Allah. Masyarakat
Jahiliyah sebelumnya juga berpuasa. Puasa 10 Muharram tadinya hukumnya wajib, kemudian berubah menjadi sunnah setelah turun kewajiban puasa Ramadhan. Rasulullah saw. bersabda:

Dari Ibnu Abbas ra, bahwa nabi saw. ketika datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu ‘Asyuraa (10 Muharram). Mereka berkata, “ Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah. Rasul saw. berkata, “Saya lebih berhak mengikuti Musa as. dari mereka.” Maka beliau berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa” (HR Bukhari).

Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baiknya puasa setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Dan sebaik-baiknya ibadah setelah ibadah wajib adalah shalat malam.” (HR Muslim)

Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya berpuasa, tetapi Rasulullah saw. memerintahkan pada umatnya agar berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yahudi, apalagi oleh orang-orang musyrik. Oleh karena itu beberapa hadits menyarankan agar puasa hari ‘Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari ‘Asyura.

Secara umum, puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan. Pertama, berpuasa tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya, yaitu puasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal: 9 dan 10, atau 10 dan 11. Ketiga, puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena ketika Rasulullah saw memerintahkan untuk puasa pada hari ‘Asyura para shabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: “Jika datang tahun depan insya Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal pada tahun tersebut.” (HR. Muslim).

Landasan puasa tanggal 11 Muharram didasarkan pada keumuman dalil keutamaan berpuasa pada bulan Muharram. Di samping itu sebagai bentuk kehati-hatian jika terjadi kesalahan dalam penghitungan awal Muharram.

Selain berpuasa, umat Islam disarankan untuk banyak bersedekah dan menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada 10 Muharram. Tradisi ini memang tidak disebutkan dalam hadist, namun ulama seperti Baihaqi dan Ibnu Hibban menyatakan
bahwa hal itu baik untuk dilakukan.

Demikian juga sebagian umat Islam menjadikan bulan Muharram sebagai bulan anak yatim. Menyantuni dan memelihara anak yatim adalah sesuatu yang sangat mulia dan dapat dilakukan kapan saja. Dan tidak ada landasan yang kuat mengaitkan menyayangi dan menyantuni anak yatim hanya pada bulan Muharram.

Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Oleh karena itu salah satu momentum yang sangat penting bagi umat Islam yaitu menjadikan pergantian tahun baru Islam sebagai sarana umat Islam untuk muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan dan rencana ke depan yang lebih baik lagi. Momentum perubahan dan perbaikan menuju kebangkitan Islam sesuai dengan jiwa hijrah Rasulullah saw. dan
sahabatnya dari Makkah dan Madinah.

LEGENDA DAN MITOS MUHARRAM

Di samping keutamaan bulan Muharram yang sumbernya sangat jelas, baik disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi banyak juga legenda dan mitos yang terjadi di kalangan umat Islam menyangkut hari ‘Asyura.

Beberapa hal yang masih menjadi keyakinan di kalangan umat Islam adalah legenda bahwa pada hari ‘Asyura Nabi Adam diciptakan, Nabi Nuh as di selamatkan dari banjir besar, Nabi Ibrahim dilahirkan dan Allah Swt menerima taubatnya. Pada hari ‘Asyura Kiamat akan terjadi dan siapa yang mandi pada hari ‘Asyura diyakini tidak akan mudah terkena penyakit. Semua legenda itu sama sekali tidak ada dasarnya dalam Islam. Begitu juga dengan keyakinan bahwa disunnahkan bagi mereka untuk menyiapkan makanan khusus untuk hari ‘Asyura.

Sejumlah umat Islam mengaitkan kesucian hari ‘Asyura dengan kematian cucu Nabi Muhmmad Saw, Husain saat berperang melawan tentara Suriah. Kematian Husain memang salah satu peristiwa tragis dalam sejarah Islam. Namun kesucian hari ‘Asyura
tidak bisa dikaitkan dengan peristiwa ini dengan alasan yang sederhana bahwa kesucian hari ‘Asyura sudah ditegakkan sejak zaman Nabi Muhammad Saw jauh sebelum kelahiran Sayidina Husain. Sebaliknya, adalah kemuliaan bagi Husain yang kematiannya dalam pertempuran itu bersamaan dengan hari ‘Asyura.

BID’AH DI BULAN MUHARRAM

Selain legenda dan mitos yang dikait-kaitkan dengan Muharram, masih sangat banyak bid’ah yang jauh dari ajaran Islam. Lebih tepat lagi bahwa bid’ah tersebut merupakan warisan ajaran Hindu dan Budha yang sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa yang mengaku dirinya sebagai penganut aliran kepercayaan. Mereka lebih dikenal dengan sebutan Kejawen.

Dari segi sistem penanggalan, memang penanggalan dengan sistem peredaran bulan bukan hanya dipakai oleh umat Islam, tetapi masyarakat Jawa juga menggunakan penanggalan dengan sistem itu. Dan awal bulannya dinamakan Suro. Pada hari Jum’at malam Sabtu, 1 Muharram 1428 H bertepatan dengan 1 Suro 1940. Sebenarnya penamaan bulan Suro, diambil dari ’Asyura yang berarti 10 Muharram. Kemudian sebutan ini menjadi nama bulan pertama bagi penanggalan Jawa.

Beberapa tradisi dan keyakinan yang dilakukan sebagian masyarakat Jawa sudah sangat jelas bid’ah dan syiriknya, seperti Suro diyakini sebagai bulan yang keramat, gawat dan penuh bala. Maka diadakanlah upacara ruwatan dengan mengirim sesajen atau tumbal kelaut. Sebagian yang lain dengan cara bersemedi mensucikan diri bertapa di tempattempat sakral (di puncak gunung, tepi laut, makam, gua, pohon tua, dan sebagainya) dan ada juga yang melakukan dengan cara lek-lekan ‘berjaga hingga pagi hari’ di tempattempat umum (tugu Yogya, Pantai Parangkusumo, dan sebagainya). Sebagian masyarakat Jawa lainnya juga melakukan cara sendiri yaitu mengelilingi benteng kraton sambil membisu.

Tradisi tidak mengadakan pernikahan, khitanan dan membangun rumah. Masyarakat berkeyakinan apabila melangsungkan acara itu maka akan membawa sial dan malapetaka bagi diri mereka.

Melakukan ritual ibadah tertentu di malam Suro, seperti selamatan atau syukuran, Sholat Asyuro, membaca Do’a Asyuro (dengan keyakinan tidak akan mati pada tahun tersebut) dan ibadah-ibadah lainnya. Semua ibadah tersebut merupakan bid’ah (hal baru dalam
agama) dan tidak pernah ada contohnya dari Rasululloh shollallohu ‘alaihi wasallam maupun para sahabatnya. Hadist-hadits yang menerangkan tentang Sholat Asyuro adalah palsu sebagaimana disebutkan oleh imam Suyuthi dalam kitab al-La’ali al-Masnu’ah.

Tradisi Ngalap Berkah dilakukan dengan mengunjungi daerah keramat atau melakukan ritual-ritual, seperti mandi di grojogan (dengan harapan dapat membuat awet muda), melakukan kirab kerbau bule (kiyai slamet) di kraton Kasunan Solo, thowaf di tempat-tempat keramat, memandikan benda-benda pusaka, bergadang semalam suntuk dan lain-lainnya. Ini semuanya merupakan kesalahan, sebab suatu hal boleh dipercaya mempunyai berkah dan manfaat jika dilandasi oleh dalil syar’i (Al Qur’an dan hadits) atau ada bukti bukti ilmiah yang menunjukkannya. Semoga Alloh Ta’ala menghindarkan kita dari
kesyirikan dan kebid’ahan yang membinasakan.

Menyikapi berbagai macam tradisi, ritual, dan amalan yang jauh dari ajaran Islam, bahkan cenderung mengarah pada bid’ah, takahyul dan syirik, maka marilah kita bertobat kepada Allah dan melaksanakan amalan-amalan sunnah di bulan Muharram seperti
puasa. Rasulullah saw. menjelaskan bahwa puasa pada hari ‘Asyura menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah berlalu.

Dari Abu Qatadah ra. Rasululllah ditanya tentang puasa hari ‘asyura, beliau bersabda: “Saya berharap ia bisa menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang telah lewat.” (HR. Muslim).

Read more...

30 Kiat Menuntut Ilmu [Pendidikan Anak Dalam Islam]

>> Selasa, 15 Desember 2009

Apabila telah tampak tanda-tanda tamyiz pada seorang anak, maka selayaknya dia mendapatkan perhatian sesrius dan pengawasan yang cukup. Sesungguhnya hatinya bagaikan bening mutiara yang siap menerima segala sesuatu yang mewarnainya. Jika dibiasakan dengan hal-hal yang baik, maka ia akan berkembang dengan kebaikan, sehingga orang tua dan pendidiknya ikut serta memperoleh pahala.

Sebaliknya, jika ia dibiasakan dengan hal-hal buruk, maka ia akan tumbuh dengan keburukan itu. Maka orang tua dan pedidiknya juga ikut memikul dosa karenanya.

Oleh karena itu, tidak selayaknya orang tua dan pendidik melalaikan tanggung jawab yang besar ini dengan melalaikan pendidikan yang baik dan penanaman adab yang baik terhadapnya sebagai bagian dari haknya. Di antara adab-adab dan kiat dalam mendidik anak adalah sebagai berikut:


• Hendaknya anak dididik agar makan dengan tangan kanan, membaca basmalah, memulai dengan yang paling dekat dengannya dan tidak mendahului makan sebelum yang lainnya (yang lebih tua, red). Kemudian cegahlah ia dari memandangi makanan dan orang yang sedang makan.

• Perintahkan ia agar tidak tergesa-gesa dalam makan. Hendaknya mengunyahnya dengan baik dan jangan memasukkan makanan ke dalam mulut sebelum habis yang di mulut. Suruh ia agar berhati-hati dan jangan sampai mengotori pakaian.

• Hendaknya dilatih untuk tidak bermewah-mewah dalam makan (harus pakai lauk ikan, daging dan lain-lain) supaya tidak menimbulkan kesan bahwa makan harus dengannya. Juga diajari agar tidak terlalu banyak makan dan memberi pujian kepada anak yang demikian. Hal ini untuk mencegah dari kebiasaan buruk, yaitu hanya memen-tingkan perut saja.

• Ditanamkan kepadanya agar mendahulukan orang lain dalam hal makanan dan dilatih dengan makanan sederhana, sehingga tidak terlalu cinta dengan yang enak-enak yang pada akhirnya akan sulit bagi dia melepaskannya.

• Sangat disukai jika ia memakai pakaian berwarna putih, bukan warna-warni dan bukan dari sutera. Dan ditegaskan bahwa sutera itu hanya untuk kaumwanita.

• Jika ada anak laki-laki lain memakai sutera, maka hendaknya mengingkarinya. Jangan sampai mereka terbiasa dengan hal-hal ini.

• Selayaknya anak dijaga dari bergaul dengan anak-anak yang biasa bermegah-megahan dan bersikap angkuh. Jika hal ini dibiarkan maka bisa jadi ketika dewasa ia akan berakhlak demikian. Pergaulan yang jelek akan berpengaruh bagi anak. Bisa jadi setelah dewasa ia memiliki akhlak buruk, seperti: Suka berdusta, mengadu domba, keras kepala, merasa hebat dan lain-lain, sebagai akibat pergaulan yang salah di masa kecilnya. Yang demikian ini, dapat dicegah dengan memberikan pendidikan adab yang baik sedini mungkin kepada mereka.

• Harus ditanamkan rasa cinta untuk membaca al Qur’an dan buku-buku, terutama di perpustakaan. Membaca al Qur’an dengan tafsirnya, hadits-hadits Nabi n dan juga pelajaran fikih dan lain-lain. Dia juga harus dibiasakan menghafal nasihat-nasihat yang baik, sejarah orang-orang shalih dan kaum zuhud, mengasah jiwanya agar senantiasa mencintai dan menela-dani mereka. Dia juga harus diberitahu tentang buku dan faham Asy’ariyah, Mu’tazilah, Rafidhah dan juga kelompok-kelompok bid’ah lainnya agar tidak terjerumus ke dalamnya. Demikian pula aliran-aliran sesat yang banyak ber-kembang di daerah sekitar, sesuai dengan tingkat kemampuan anak.

• Dia harus dijauhkan dari syair-syair cinta gombal dan hanya sekedar menuruti hawa nafsu, karena hal ini dapat merusak hati dan jiwa.

• Biasakan ia untuk menulis indah (khath) dan mengahafal syair-syair tentang kezuhudan dan akhlak mulia. Itu semua menunjukkan kesempurnaan sifat dan merupakan hiasan yang indah.

• Jika anak melakukan perbuatan terpuji dan akhlak mulia jangan segan-segan memujinya atau memberi penghargaan yang dapat membahagia-kannya. Jika suatu kali melakukan kesalahan, hendaknya jangan disebar-kan di hadapan orang lain sambil dinasihati bahwa apa yang dilakukannya tidak baik.

• Jika ia mengulangi perbuatan buruk itu, maka hendaknya dimarahi di tempat yang terpisah dan tunjukkan tingkat kesalahannya. Katakan kepadanya jika terus melakukan itu, maka orang-orang akan membenci dan meremehkannya. Namun jangan terlalu sering atau mudah memarahi, sebab yang demikian akan menjadikannya kebal dan tidak terpengaruh lagi dengan kemarahan.

• Seorang ayah hendaknya menjaga kewibawaan dalam ber-komunikasi dengan anak. Jangan menjelek-jelekkan atau bicara kasar, kecuali pada saat tertentu. Sedangkan seorang ibu hendaknya menciptakan perasaan hormat dan segan terhadap ayah dan memperingatkan anak-anak bahwa jika berbuat buruk maka akan mendapat ancaman dan kemarahan dari ayah.

• Hendaknya dicegah dari tidur di siang hari karena menyebabkan rasa malas (kecuali benar-benar perlu). Sebaliknya, di malam hari jika sudah ingin tidur, maka biarkan ia tidur (jangan paksakan dengan aktivitas tertentu, red) sebab dapat menimbulkan kebosanan dan melemahnya kondisi badan.

• Jangan sediakan untuknya tempat tidur yang mewah dan empuk karena mengakibatkan badan menjadi terlena dan hanyut dalam kenikmatan. Ini dapat mengakibatkan sendi-sendi menjadi kaku karena terlalu lama tidur dan kurang gerak.

• Jangan dibiasakan melakukan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi, sebab ketika ia melakukannya, tidak lain karena adanya keyakinan bahwa itu tidak baik.

• Biasakan agar anak melakukan olah raga atau gerak badan di waktu pagi agar tidak timbul rasa malas. Jika memiliki ketrampilan memanah (atau menembak, red), menunggang kuda, berenang, maka tidak mengapa menyi-bukkan diri dengan kegiatan itu.

• Jangan biarkan anak terbiasa melotot, tergesa-gesa dan bertolak (berkacak) pinggang seperti perbuatan orang yang membangggakan diri.

• Melarangnya dari membangga-kan apa yang dimiliki orang tuanya, pakaian atau makanannya di hadapan teman sepermainan. Biasakan ia ber-sikap tawadhu’, lemah lembut dan menghormati temannya.

• Tumbuhkan pada anak (terutama laki-laki) agar tidak terlalu mencintai emas dan perak serta tamak terhadap keduanya. Tanamkan rasa takut akan bahaya mencintai emas dan perak secara berlebihan, melebihi rasa takut terhadap ular atau kalajengking.

• Cegahlah ia dari mengambil sesuatu milik temannya, baik dari keluarga terpandang (kaya), sebab itu merupakan cela, kehinaan dan menurunkan wibawa, maupun dari yang fakir, sebab itu adalah sikap tamak atau rakus. Sebaliknya, ajarkan ia untuk memberi karena itu adalah perbuatan mulia dan terhormat.

• Jauhkan dia dari kebiasaan meludah di tengah majlis atau tempat umum, membuang ingus ketika ada orang lain, membelakangi sesama muslim dan banyak menguap.

• Ajari ia duduk di lantai dengan bertekuk lutut atau dengan menegakkan kaki kanan dan menghamparkan yang kiri atau duduk dengan memeluk kedua punggung kaki dengan posisi kedua lutut tegak. Demikian cara-cara duduk yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa sallam.

• Mencegahnya dari banyak berbicara, kecuali yang bermanfaat atau dzikir kepada Allah.

• Cegahlah anak dari banyak bersumpah, baik sumpahnya benar atau dusta agar hal tersebut tidak menjadi kebiasaan.

• Dia juga harus dicegah dari perkataan keji dan sia-sia seperti melaknat atau mencaci maki. Juga dicegah dari bergaul dengan orang-orang yang suka melakukan hal itu.

• Anjurkanlah ia untuk memiliki jiwa pemberani dan sabar dalam kondisi sulit. Pujilah ia jika bersikap demikian, sebab pujian akan mendorongnya untuk membiasakan hal tersebut.

• Sebaiknya anak diberi mainan atau hiburan yang positif untuk melepaskan kepenatan atau refreshing, setelah selesai belajar, membaca di perpustakaan atau melakukan kegiatan lain.

• Jika anak telah mencapai usia tujuh tahun maka harus diperintahkan untuk shalat dan jangan sampai dibiarkan meninggalkan bersuci (wudhu) sebelumnya. Cegahlah ia dari berdusta dan berkhianat. Dan jika telah baligh, maka bebankan kepadanya perintah-perintah.

• Biasakan anak-anak untuk bersikap taat kepada orang tua, guru, pengajar (ustadz) dan secara umum kepada yang usianya lebih tua. Ajarkan agar memandang mereka dengan penuh hormat. Dan sebisa mungkin dicegah dari bermain-main di sisi mereka (mengganggu mereka).

Demikian adab-adab yang berkaitan dengan pendidikan anak di masa tamyiz hingga masa-masa menjelang baligh. Uraian di atas adalah ditujukan bagi pendidikan anak laki-laki. Walau demikian, banyak di antara beberapa hal di atas, yang juga dapat diterapkan bagi pendidikan anak perempuan. Wallahu a’lam.

Read more...

Tabahlah Menghadapi Musibah

>> Rabu, 02 Desember 2009

Allah telah menetapkan takdir dan ajal seluruh makhluk-Nya, mengatur dan menentukan segala amal perbuatan serta tindak-tanduk mereka. Lalu Allah membagi-bagikan rezeki dan harta duniawi kepada mereka. Allah menciptakan kehidupan dan kematian sebagai ujian, siapa di antara mereka yang terbaik amalannya. Allah juga menjadikan iman terhadap qadha dan takdir-Nya sebagai salah satu rukun iman. Setiap sesuatu yang bergerak atau berdiam di langit dan di bumi, pasti menuruti kehendak dan keinginan Allah.

Dunia ini sarat dengan kesulitan dan kesusahan; diciptakan secara fitrah untuk dipenuhi dengan beban dan ancaman, aral rintangan serta berbagai cobaan. Tak ubahnya dingin dan panas, yang memang harus dirasakan oleh para hamba-Nya. Allah berfirman:
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. .” (Al-Baqarah: 155)

Berbagai musibah itu adalah batu ujian, untuk menentukan siapa di antara hamba-Nya yang benar dan yang tidak benar. Allah berfirman:
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?” (Al-Ankabut: 2)

Jiwa manusia itu hanya dapat menjadi suci, setelah ditempa

Ujian dan cobaan, akan memperlihatkan kesejatian seseorang. Ibnul Jauzi mengungkapkan: “Orang yang ingin mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan abadi tanpa ujian dan cobaan, berarti ia belum mengenal ajaran Islam dan tidak mengenal arti pasrah diri kepada Allah.”

Setiap orang pasti akan merasakan susah, mukmin maupun kafir. Hidup ini memang dibangun di atas berbagai kesulitan dan marabahaya. Maka janganlah seseorang membayangkan bahwa dirinya akan terbebas dari kesusahan dan cobaan.

Cobaan adalah lawan dari tujuan dan memang bertentangan dengan angan-angan dan kesenangan menikmati kelezatan hidup. Setiap orang pasti merasakannya, walau dengan ukuran yang berbeda, sedikit atau banyak. Seorang mukmin diberi ujian sebagai tempaan baginya, bukan siksaan. Terkadang cobaan itu ada dalam kesenangan, terkadang juga ada dalam kesusahan. Allah berfirman:
“Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran…” (Al-A’raaf: 168)

Satu hal yang dibenci kadang mendatangkan kesenangan, satu hal yang disukai kadang mendatangkan kesusahan. Janganlah merasa aman dengan kesenangan, karena bisa saja ia menimbulkan kemudaratan. Janganlah merasa putus asa karena kesulitan, karena bisa jadi akan mendatangkan kesenangan.
Allah berfirman, artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

Segala cobaan itu ada batasnya di sisi Allah. Jangan mengucapkan kata-kata makian, karena satu kata yang mengalir dari lidah, dapat membinasakan seseorang. Seorang mukmin yang kuat akan tegar menghadapi beban berat. Hatinya tidak akan berubah dan lisannya tidak akan mengutuk.

Redamlah musibah itu dengan mengingat janji pahala dan kemudahan dari Allah, sehingga cobaan itu berlalu tanpa kita mengutukinya. Orang-orang berakal selalu menunjukkan ketegaran dalam menghadap musibah, agar mereka tidak mendapatkan ejekan musuh-musuh mereka. Karena bila mereka menampakkan musibah itu, para musuh mereka akan merasa senang dan gembira. Sebaliknya, menutup-nutupi musidah dan derita kelaparan adalah sifat orang-orang mulia. Ketabahan akan membendung bencana. Demikian cepatnya bencana itu berlalu, bila dihadapi dengan ketabahan. Paling kita hanya harus tabah menghadapi hari-hari yang pendek dalam hidup kita. Orang-orang yang binasa mengalami kebinasaan mereka hanya karena mereka tidak memiliki ketabahan.

Orang-orang yang tabah, akan men-dapatkan pahala terbaik. Firman Allah:
“Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. .”(An-Nahl: 96)
Dan firman Allah, artinya: “Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kabaikan, dan sebagian dari apa yang kami rizkikan kepada mereka, mereka nafkahkan.” (Al-Qashash: 54)

Allah tidak pernah menahan sesuatu untukmu, wahai orang yang tertimpa musibah, melainkan karena Allah akan memberimu sesuatu yang lain. Allah hanya mengujimu, untuk memberikan keselamatan kepadamu. Allah hanya memberimu cobaan, untuk membersihkan dirimu. Selama masih ada umur, rezeki pasti akan datang. Allah berfirman:
“Tidak ada yang melata di bumi ini melainkan rezekinya ada di sisi Allah.” (Huud: 6)

Bila dengan kebijaksanaan-Nya, Allah menutup sebagian rezeki, pasti Allah akan membukakan pintu rezeki yang lain yang lebih bermanfaat. Cobaan, justeru akan mengangkat derajat orang-orang shalih dan meningkatkan pahala mereka.
Saad bin Abi Waqqash mengung-kapkan: “Aku pernah bertanya, “Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang paling berat cobaannya?” Beliau menjawab: “Para nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang sesudah mereka secara berurut menurut tingkat keshalih-annya. Seseorang akan diberi ujian sesuai dengan kadar agamanya. Bila ia kuat, akan ditambah cobaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringkankan cobaan baginya.

Seorang mukmin akan tetap diberi cobaan, sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikitpun.” (Riwayat Al-Bukhari)
Seorang ulama mengungkapkan: “Orang yang diciptakan untuk masuk Surga, pasti akan merasakan banyak kesulitan. Musibah yang sesungguhnya adalah yang menimpa agama seseorang. Sementara musibah-musibah selain itu merupakan jalan keselamatan baginya. Ada yang berfungsi meningkatkan pahala, ada yang menjadi pengampun dosa. Orang yang benar-benar tertimpa merana adalah mereka yang terhalang dari mendapatkan pahala.

Tidak usah risau dengan hilangnya sebagian dunia. Karena keberadaannya hanyalah satu kejadian, membicarakan dunia justeru menimbulkan kesedihan, jalan-jalan untuk mendapatkannya sarat dengan duka. Dalam mencari dunia, manusia akan tersiksa sebatas rasa dukanya. Orang yang senang mendapatkan dunia pada hakikatnya adalah orang yang sedih. Berbagai kepedihan bermunculan dari kenikmatan dunia. Berbagai kesedihan justeru lahir dari kesenangan dunia.

Abu Darda menyatakan: “Di antara bentuk kehinaan dunia di hadapan Allah adalah bahwa manusia berbuat maksiat selama ia di dunia, dan ia hanya bisa menggapai apa yang ada di sisi Allah dengan meninggalkan dunia. Maka hendaknya engkau menyibukkan diri dengan hal yang lebih berguna bagimu untuk mengambil kembali yang mungkin hilang darimu, yakni dengan cara memperbaiki kekeliruan, memaafkan kesalahan orang, dan mendekati pintu Ar-Rabb. Dengan itu, engkau akan melihat betapa cepatnya musibah yang menimpamu itu menghilang. Kalau bukan karena kesusahan, engkau tidak bisa mengharapkan saat-saat senang.

Hilangkan hasrat terhadap yang menjadi milik orang, niscaya engkau akan menjadi yang terkaya. Jangan berputus asa, karena itu membawa kehinaan. Ingatlah nikmat Allah yang banyak kepadamu. Tepislah segala kesedihan dengan ridha terhadap takdir dan dengan shalat di malam yang panjang. Bila sudah habis malam, masih ada subuh yang datang menjelang. Akhir kesedihan adalah awal kebahagiaan. Masa tidak akan berdiam dalam satu kondisi, namun terus berganti. Segala kesulitan, pasti akan berangsur hilang. Jangan putus asa hanya karena musibah yang datang bertubi-tubi. Satu kesulitan, akan dikalahkan oleh dua kemudahan. Merunduklah kepada Allah, pasti kesulitanmu akan sirna selekasnya. Setiap orang yang penuh dengan ketabahan, pasti akan mendapatkan jalan keluar. ” Wallahu A’lam.

Read more...

Mimpi Terlarang

>> Senin, 23 November 2009

Berikut ini cerita tentang seorang anak petani miskin di sebuah sekolah dasar di australia di sebuah wilayah pedesaan yang cukup terpencil.

Beberapa puluh tahun yang lalu, disuatu hari saat anak ini sekolah, sang guru seni menyuruh anak didiknya untuk menggambar rumah impiannya, sangat tidak disangka anak petani miskin ini menggambar rumah yang sangat besar dan mewah. Dengan keyakinan tinggi si anak merasa bahwa gambarnya bagus dan layak mendapatkan nilai A, namun apa yang terjadi ? sang guru memberikan nilai F untuk gambarnya tersebut.

Anak tersebut memprotes sang guru, “Kenapa engkau memberikan aku nilai F padahal rumah yang ku gambar sangat bagus ?”

Sang guru menjawab, “Engkau terlalu menghayal! bagaimana mungkin engkau seorang anak petani miskin di desa kecil ini dapat memiliki rumah besar dan mewah seperti itu? sangat tidak masuk akal!!”

Rupanya anak kecil tersebut benar-benar kecewa dengan penilaian gurunya tersebut, namun dia tidak putus asa, kejadian ini membuat dia benar-benar berjuang keras untuk mewujudkan mimpinya.

Di akhir cerita, terbuktilah bahwa anak petani di desa terpencil tersebut berhasil mewujudkan mimpinya, ia sekarang sudah menjadi pengusaha sukses dan berhasil membangung sebuah rumah besar dan mewah seperti yang dahulu diimpikannya.

Saat rumah tersebut selesai dibuat, ia mengundang teman-teman dan warga di sekitar rumahnya, termasuk gurunya yang dahulu memberikan nilai F untuk mimpi besarnya.

Sang guru hanya bisa terdiam dan tercengang saat melihat sebuah gambar yang sudah lusuh dalam sebuah pigura yang indah, sebuah gambar rumah besar dan mewah dengan nilai F, tulisan tangan sang guru.

Pelajaran berharga yang bisa diambil dari kisah ini, jangan pernah berkecil hati jika orang-orang menertawakan mimpi-mipi Anda, jangan takut mengejar mimpi meskipun Anda dianggap sebagai orang gila. Jangan khawatir, hampir sebagian besar pengusaha sukses dan orang-orang hebat di dunia ini pernah dianggap gila oleh banyak orang.

Read more...

Akibat Bericara Dan Beramal Tanpa Ilmu

>> Senin, 02 November 2009

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Dan janganlah engkau ikuti apa yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang-nya, sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati semuanya itu akan di tanya" (QS Al-Isra': 36).

Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Barang siapa berbicara tentang al Qur'an dengan akal nya atau tidak dengan ilmu, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka" (Hadist seperti ini ada dari 2 jalan, yaitu Ibnu Abas dan Jundub. Lihat Tafsir Qur'an yang diberi mukaddimah oleh Syeikh Abdul Qadir Al-Arnauth hal. 6, Tafsir Ibnu Katsir dalam Mukaddimah hal. 13, Jami' As-Shahih Sunan Tirmidzi jilid 5 hal.183 no. 2950 dan Tuhfatul Ahwadzi jilid 8 hal. 277).

"Barang siapa mengamalkan sesuatu amal yang tidak ada perintah kami atasnya, maka amalnya itu tertolak." (Shahih Muslim, Syarah Arba'in An-Nawawi hal. 21 Pembatalan Kemung-karan dan Bid'ah).

Dari salamah bin Akwa berkata , Aku telah mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang mengatakan atas (nama)ku apa-apa yang tidak pernah aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di Neraka." (HR Al-Bukhari I/35 dan lainya).

"Cukup bohong seseorang manakala dia membicarakan setiap apa yang dia dengar." (HR. Muslim dalam muqaddimah shahihnya).

Nasihat Salafus Shalih

• Abu Darda berkata: "Kamu tidak akan menjadi orang yang bertaqwa sehingga kamu berilmu, dan kamu tidak menjadi orang yang berilmu secara baik sehingga kamu mau beramal." (Adab dalam majelis-Muhammad Abdullah Al-Khatib).

Beliau juga berkata : "Orang-orang yang menganggap pergi dan pulang menuntut ilmu bukan termasuk jihad, berarti akal dan pikiranya telah berkurang."

• Imam Hasan Al Basri mengatakan: Tafsir Surat-Baqarah ayat 201; Ya Tuhan, berikanlah kami kebaikan di dunia(ilmu dan ibadah) dan kebaikan di akhirat (Surga).

• Imam Syafi'i berkata: "Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hen-daklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan duanya maka hendaklah dengan ilmu." (Al-Majmu', Imam An-Nawawi).

• Imam Malik berkata: "Ilmu itu tidak diambil dari empat golongan, tetapi diambil dari selainya. Tidak diambil dari orang bodoh, orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya, yang mengajak berbuat bid'ah dan pendusta sekalipun tidak sampai tertuduh mendustakan hadist-hadist Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam, juga tidak diambil dari orang yang dihormati, orang saleh, dan ahli ibadah yang mereka itu tidak memahami permasalahanya. Imam Muhammad Ibnu Sirin berkata: Sesungguhnya ilmu itu dien, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil dienmu.

Para ulama salaf memahami betul bahwa sebab-sebab terjadinya penyimpangan dikalangan orang-orang yang sesat pada asalnya karena kekeliruan tashawur (pandangan /wawasan) mereka tentang batasan ilmu (Lihat Al-Ilmu Ushulu wa Mashadiruhu wa Manahijuhu Muhammad bin Abdullah Al-Khur'an, cet. I 1412 H, Dar Al-Wathan lin Nasyr, Riyadh, hal. 7).

Orang-Orang salaf berkata :
"Waspadalah terhadap cobaan orang berilmu yang buruk (ibadahnya) dan ahli ibadah yang bodoh." (Al-wala'wal bara' hal. 230)

• Imam Asy-Syafi'i memberi nasihat kepada murid-muridnya:
Siapa yang mengambil fiqih dari kitab saja, maka ia menghilangkan banyak hukum. (Tadzkiratus sami' wal mutakallim, Al-Kannani, hal.87, Efisiensi Waktu Konsep Islam. Jasmin M. Badr Al-Muthawi, hal 44).

• Abdullah bin Al-Mu'tamir berkata: "Jika engkau ingin mengerti kesalahan gurumu, maka duduklah engkau untuk belajar kepada orang lain." (riwayat Ad-Darimi dalam Sunannya I/153)

• Riwayat Ibnu Wahab yang diterima dari Sofyan mengatakan: "Tidak akan tegak ilmu itu kecuali dengan perbuatan, juga ilmu dan perbuatan tidak akan ada artinya kecuali dengan niat yang baik. Juga ilmu, perbuatan dan niat yang baik tidak akan ada artinya kecuali bila sesuai dengan sunnah-sunnah." (Syeikh Abu Ishaq As -Syatibi, Menuju jalan Lurus).

• Ibrahim Al-Hamadhi berkta: Tidaklah dikatakan seorang itu berilmu, sekalipun orang itu banyak ilmunya. Adapun yang dikatakan Allah ortang itu berilmu adalah orang-orang yang mengikuti ilmu dan mengamalkanya, dan menetap dalam perkara As-Sunah, sekalipun jumlah ilmu-ilmu dari orang-orang tersebut hanya sedikit (Syeikh Abu Ishaq As –Syatibi, Menuju jalan Lurus).

Keutamaan pencari ilmu dan yang mengatakan seseorang itu ahli ilmu

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barang siapa yang mencari satu jalan menuntut ilmu niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju Surga." (HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Allah SWT berfirman: "Tidak sepatutunya bagi orang-orang mukmin itu pergi semaunya (ke medan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memeperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali." (At-Taubah: 122)

Imam Muslim mengatakan kepada Imam Bukhari: "Demi Allah tidak ada di dunia ini yang lebih pandai tentang ilmu hadist dari engkau." (Tarikh Bukhari, dalam Mukadimah Fathul Bari)

Imam Syafi'i berkomentar tentang Imam Ahmad: "Saya pergi dari kota Baghdad dan tidak saya tinggalkan di sana orang yang paling alim dalam bidang fiqih, yang paling wara' dalam agamanya dan paling berilmu selain Imam Ahmad." (Thobaqatus Syafi'I, As-Subki / Efisiensi Waktu Konsep Islam, Jasim m. Badr Al-Muthawi, hal.91)

Orang yang menuntut ilmu bukan kepada ahlinya [b/]

Dari Abdullah bin Ash ia berkata, aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu di kalangan umat manu-sia setelah dianugerahkan kepada mereka, tetapi Allah mencabut ilmu tersebut di kalangan umat manusia dengan dimatikannya para ulama, sehingga ketika tidak tersisa orang alimpun, maka manusia menjadikan orang-orang bodoh menjadi pimpinan. Mereka dimintai fatwanya, lau orang-orang bodoh tersebut berfatwa tanpa ilmu." Dalam riwayat lain: "dengan ra'yu/akal. Maka sungguh perbuatan tersebut adalah sesat dan menyesatkan." (HR. Al-Bukhari I/34).

"Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saatnya (kebinasaannya)." (Shahih Bukhari bab Ilmu).
"Sesungguhnya termasuk tanda-tanda kiamat adalah dicarinya ilmu dari orang rendahan." (lihatkitab Silsilah Hadist Shahih no. 695).

"Ya Allah aku mohon perlindung-anMu agar aku dijauhkan dari lmu yang tidak berguna (ilmu yang tidak aku amalkan, tidak aku ajarkan dan tidak pula merubah akhlakku), dan dari hati yang tidak khusyu', dari nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak terkabulkan." ( HR. Ahmad, Ibnu Hiban dan Al-Hakim)

"Ya Allah berikanlah kepadaku manfaat dari ilmu yang Engkau anugerahklan kepadaku , dan berilah aku ilmu yang bermanfaat bagiku dan tambahkanlah kepadaku ilmu" (Jami' Ash-Shahih, Imam Tirmidzi no. 3599 Juz V hal. 54)

"Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang bermanfaat dan amal yang diterima" (Hisnul Muslim, hal. 44 no. 73).

"Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedangkan kamu mengetahuinya." (Al-Baqarah: 42).

"Wahai orang-orang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (Al-Baqarah: 208).

[b]Diantara buku dalam masalah ilmu:

• Tigapuluh satu nasihat untuk anda para penuntu ilmu-Faihan bin Sulaiman Al-Gharbi
• Muslim memilih ilmu – Abu Bakar Al-Jazairi
• Hilyatuthalibil'ilmi-Bakr bin Abdullah Abu Zaid
Wallahu a'lam bish-shawab

Read more...

Pesan Untuk Pendidik Anak

>> Kamis, 15 Oktober 2009

Sesungguhnya nikmat (yang diberikan) Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak terhitung dan diantara nikmat-nikmat yang sangat agung dan mulia adalah nikmat anak. Allah Ta'ala berfirman:
"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia." (Al-Kahfi: 46)

Nikmat yang sangat agung ini adalah merupakan satu amanah dan tanggung jawab bagi kedua orang tua dan akan ditanya tentang nikmat tersebut pada hari Kiamat,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Masing-masing kalian adalah pemimpin dan masing-masing kalian (akan) ditanya tentang kepemimpinan-nya: Seorang imam adalah pemimpin dan dia (akan) ditanya tentang kepemimpinannya, dan seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan dia (akan) di tanya tentang kepemimpinannya." (Muttafaq 'Alaih).

Allah Ta'ala berfirman, yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka."

Ibnul Qayyim radhiyallah 'anhu berkata: "Barangsiapa menelantarkan pendidikan anaknya dan meninggalkan apa yang bermanfaat buat mereka, maka dia telah merusak masa depan anak; kebanyakan anak tidak bermoral hanya karena bapak mereka tidak peduli terhadap pendidikan mereka , sehingga para bapak tidak dapat mengambil manfaat dari anak, dan anak (pun) tidak akan memberikan manfaat kepada bapaknya ketika telah besar."

Kepada seluruh ayah, ibu dan pendidik (kami berikan) pesan dan nasehat yang singkat semoga Allah memberikan manfaat dengannya:


• Landasan utama dalam pendidikan anak-anak adalah menanamkan nilai 'ubudiyah (peribadahan) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hati mereka, serta memelihara dan menjaganya dalam diri mereka. Diantara nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada kita adalah bahwa seorang anak dilahirkan diatas agama islam, agama fithrah. Maka hal itu tidaklah membutuhkan kecuali menjaga dan memeliharanya serta senantiasa membantu mereka agar tidak menyimpang dan tersesat.

• Ayah dan ibu dianggap beriba-dah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala ketika mendidik, berinfak, menjaga, mengawasi, dan mengajari (anak-anaknya) bahkan sampai ketika membahagiakan me-reka dan bersenda gurau dengan mereka, apabila ayah dan ibu meng-harapkan yang demikian itu, maka mereka akan mendapat pahala.
Memberikan nafkah kepada anak-anak adalah merupakan ibadah sebagaimana Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Satu dinar yang engkau infaqkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau infaqkan kepada hamba sahaya, satu dinar yang engkau sedekahkan kepa-da orang miskin dan satu dinar yang engkau infaqkan kepada keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah satu dinar yang engkau infaqkan kepada keluargamu." (HR. Muslim).

• Harus mengikhlaskan (niat) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam mendidik anak, jika seorang pendidik menginginkan dunia maka keikhlasannya telah rusak. Tidak diragukan lagi bahwa tujuan mendidik anak adalah mencari pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala .

• Do'a adalah ibadah. Para nabi dan rasul telah berdo'a untuk anak-anak dan isteri-isteri mereka:
"Wahai Rabb kami berikanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami." (Al-Furqan: 74)
Dan ketika Ibrahim berkata:
"Wahai Rabbku jadikanlah negeri ini negeri yang aman serta jauhkanlah aku dan anak-anakku dari menyembah berhala-berhala." (Ibrahim: 35)

Berapa banyak do'a-do'a dapat meringkaskan lamanya perjalanan tarbiyah? Pilihlah waktu-waktu dikabul-kannya do'a dan jauhilah penghalang-penghalangnya, rendahkanlah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan memohonlah dihadapanNya agar Allah memberikan petunjuk kepada keturunanmu dan menjauhkan setan darinya.

• Wajib bagi Anda mencari harta yang halal dan menjauhi yang syubhat (samar) serta janganlah (sampai) engkau terjatuh dalam keharaman. Sesungguhnya telah shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda:
"Setiap jasad yang tumbuh dari harta yang haram, maka neraka lebih pantas baginya."

Ayah dan ibu jangan mengira bahwa harta yang haram itu ada dalam riba, mencuri dan uang suap semata. Bahkan sampai ada dalam menyia-nyiakan waktu bekerja, dan mema-sukkan harta yang haram tanpa ada timbal baliknya. Maka kebanyakan para pegawai, pengajar dan pekerja meremehkan pekerjaan mereka dan terlambat dari waktu kerja beberapa detik. Demikian pula memakan harta manusia dengan bathil dan merampas hak-hak mereka. Pilihlah harta yang halal walaupun sedikit (jumlahnya) sesungguhnya di dalamnya ada berkah yang besar.

• Teladan yang baik adalah merupakan (sarana) tarbiyah yang sangat penting. Maka bagaimana (mungkin) anakmu bersemangat melaksanakan shalat sedangkan dia melihatmu menyia-nyiakan shalat? Dan bagaimana (mungkin) anakmu men-jauhkan diri dari lagu-lagu dan lawakan sedangkan dia melihat kedua orang tuanya senantiasa mendengar-kannya?!

• Sabar adalah hal yang telah dilupakan oleh sebagian orang tua. Sabar adalah merupakan sebab-sebab terpenting dalam keberhasilan tarbiyah. Maka Anda wajib bersabar, atas teriakan anak yang masih kecil dan jangan marah, bersabarlah ketika dia sakit dan berharap pahala dari Allah, saat menasehatinya dan jangan bosan, saat Anda menunggu anak agar dia keluar bersama Anda untuk shalat, dan saat engkau duduk di masjid setelah sholat ashar agar anak Anda menghafal (Al-Qur'an) bersama Anda. Dan bergembiralah sesungguhnya Anda ada dalam jalan jihad.

• Shalat, adalah kewajiban yang sangat agung dan inti yang kedua dari kewajiban agama didiklah anak Anda agar tahu tentang pentingnya dan agungnya kedudukan sholat. Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda sebagaimana hal itu diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
"Perintahkanlah anak-anak kalian shalat pada usia 7 tahun dan pukullah mereka (jika meninggalkan) shalat pada usia 10 tahun."

Wahai ayah janganlah Anda menjadi bodoh, yang mampu menyayangi anaknya dari dinginnya (hawa) pada musim dingin tapi tidak mampu membangunkan anaknya untuk mengerjakan shalat. Bahkan jadilah Anda diantara orang-orang yang berakal dan sayangilah anakmu dari api neraka jahannam wal 'Iyadzu billah, maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:
"Barangsiapa mengerjakan shalat Fajar secara berjamaah maka dia ada dalam perlindungan Allah." (HR. Ibnu Majah).

• Haruslah menjaga hak milik yang khusus dan bagian-bagian pribadi di antara anak-anak, serta bersikaplah adil terhadap mereka dalam pergaulan dan pemberian serta perhatian dalam pendidikan mereka.

• Tumbuhkanlah dalam diri anak-anak Anda pengagungan terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala , mencintaiNya dan mentauhid-kanNya, dan peringatkanlah mereka tentang kesalahan aqidah yang engkau lihat serta peringatkanlah mereka dari terjatuh kedalamnya. perintahkan yang ma'ruf dan cegahlah dari yang mungkar serta doronglah mereka untuk melakukan hal tersebut, sesungguhnya hal itu menjadi penyebab tetapnya mereka di atas agama.

• Kita berada dalam satu zaman yang didalamnya telah tersebar fitnah dari segala sisi. Maka jadilah Anda sebagai orang yang membela nasib anak-anakmu. Hendaklah engkau mempunyai nasehat yang baik dalam memilihkan teman-teman mereka karena sesungguhnya seorang ter-gantung sahabatnya dan Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Seorang laki-laki diatas agama teman dekatnya maka hendaklah salah seorang dari kalian melihat kepada siapa dia berteman dekat." (HR. At-Tirmidzi, Abu Daud dan Ahmad).

Waspadalah jangan sampai Anda mengajak mereka ke tempat-tempat yang hanya membuang-buang waktu saja atau tempat-tempat yang dida-lamnya ada kemungkaran-kemungkaran. Jadilah Anda sebagai ayah, sahabat dan teman bagi mereka. Tumbuhkanlah sifat kejantanan dalam diri anak laki-lakimu dan serta sifat malu dan kesucian dalam diri anak perempuan-mu, dan tauladan ( dalam hal) pakaian, nasehat dan persamaan serta janganlah Anda meremehkan keluar-nya anak-anak.
Semoga Allah mengumpulkan kita, mereka dan orang tua kita di Surga 'Adn. Semoga Allah memberikan shalawat kepada Nabi kita Muham-mad, keluaraganya, dan para saha-batnya semua.

Read more...

Adab Makan Dan Minum

Seorang muslim ketika makan dan minum bertujuan untuk memelihara kesehatan badannya agar bisa melak-sanakan ibadah kepada Allah Ta'ala. Dengan ibadah tersebut dia akan mendapatkan kemuliaan dan kesenangan di akhirat. Karenanya seorang muslim tidak seharusnya makan dan minum semata karena hawa nafsu.

Orang muslim menghadapi hidangan dengan rasa syukur dan taqwa, lalu makan dan minum sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasalam , yaitu sebagai berikut:

A. Adab sebelum makan

• Makan dan minum dari yang halal dan baik, menghindarkan dari yang haram dan meragukan. Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, makanlah olehmu dari (sesuatu) yang baik yang Kami anugerahkan padamu." (Al-Baqarah: 172).

• Makan dan minum dengan niat untuk menguatkan diri dalam beribadah kepada Allah, agar mendapatkan pahala atas apa yang dimakan dan diminumnya. Karena, sesuatu yang mubah apabila diniati baik maka akan menjadi sebuah ketaatan yang menghasilkan pahala bagi seorang muslim.

• Mencuci tangan sebelum makan apabila ada kotoran di tangannya atau masih belum yakin dengan kebesihan tangannya.

• Meletakkan makanan di atas sufrah (alas) tempat makanan dan ditelakkan di atas lantai atau tanah, tidak di atas meja makan. Ini lebih mendekatkan kepada sikap merendahkan hati (tawadhu') di dalam menerima nikmat Allah, sebagaimana Anas radhiallahu anhu menjelaskan: "Rasulullah shallallahu alaihi wasalam tidak makan di atas meja dan tidak pula di mangkok." (HR. Al-Bukhari).

• Duduk dengan sopan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasalam : "Aku tidak makan dengan bertelekan/bersandar, sesungguhnya aku seorang hamba, aku makan sebagaimana seorang hamba makan dan aku duduk sebagaimana seorang hamba duduk." (HR. Al-Bukhari).

• Meridhai makanan yang ada, tidak mencaci dan mencela makanan. Apabila menyukainya dimakan, dan apabila tidak ditinggalkan. Abu Hurairah radhiallahu anhu menjelaskan: "Rasulullah shallallahu alaihi wasalam tidak pernah mencela makanan, apabila beliau menyukainya ingin beliau memakannya, jika tidak suka , beliau meninggalkannya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

• Makan bersama-sama, dengan tamu atau dengan isteri dan anaknya, atau dengan pembantunya. Dalam sebuah riwayat: "Berkumpullan kamu sekalian dalam makananmu, niscaya diberkahi kamu sekalian di dalamnya." (Abu Daud dan At-Tirmidzi, dengan sa-nad hasan karena banyak syahid-nya.)


B. Adab di saat bersantap

• Memulai makan atau minum dengan mengucapkan basmalah, sesuai sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasalam : "Apabila salah satu di antara kamu akan makan, maka sebutlah nama Allah Ta'ala. Apabila ia lupa menyebut nama Allah Ta'ala (di permulaannya), maka sebutlah nama Allah dengan meng-ucapkan, 'Bismillahi awwalahu wa akhirahu'." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, ia katakan hasan shahih).

• Mengakhiri makan dengan meng-ucapkan alhamdulillah, sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasalam mengajarkannya: "Barangsiapa yang selesai makan mengucapkan, 'Alhamdulillah (segala puji bagi Allah) yang telah memberi makan kepadaku, dan telah memberiku rizki dengan tanpa adanya kemampuan dan kekuatan dariku', maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. At-Tirmidzi, ia katakan hasan shahih).

Atau membaca doa-doa lain yang pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dalam sunnah-sunnahnya yang shahih.

• Makan dengan tiga jari tangan kanannya, mengecilkan suapan, dan memakan yang paling dekat dengannya, tidak dari tengah piring, sebagaimnana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasalam kepada Amr bin Salamah:

"Hai bocah, sebutlah nama Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu dan makanlah apa yang di dekatmu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain Rasulllah shallallahu alaihi wasalam bersabda: "Berkah itu turun di tengah makanan, maka makanlah kamu sekalian dari pinggirnya dan janganlah kalian makan dari tengahnya." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, ia katakan hasan shahih).

Termasuk sunnah Rasul shallallahu alaihi wasalam , yaitu makan dengan jari, bila memungkinkan makanan itu dimakan dengan tiga jari, apabila tidak mungkin karena termasuk makanan yang berair boleh dimakan dengan mamakai sendok.

• Apabila makanan yang ia makan terjatuh, sebaiknya diambil dan dibersihkan dari kotoran, lalu dimakan setelah bersih. Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda: "Apabila sepotong makananmu jatuh, maka ambillah dan bersihkanlah apabila ada bagian yang kotor, kemudian makanlah (setelah bersih), jangan membiarkan makanan itu diambil oleh syaitan." (HR. Muslim).

• Mengunyah dengan baik dan menjilat jari tangannya dari bekas makanan. Telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasalam , dari Ka'ab radhiallahu anhu , ia berkata: "Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasalam makan dengan menggunakan tiga jari dan tatkala selesai beliau menjilat ketiga jarinya itu."(HR. Muslim).

• Menghindari makan terlalu kenyang, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasalam : "Tidaklah anak Adam memenuhi suatu bejana yang lebih buruk daripada memenuhi perutnya. Cukuplah bagi anak Adam dengan beberapa suap untuk menopang punggungnya. Apabila tidak bisa, maka sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum dan sepertiga untuk bernafas." (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa'i, hasan shahih).

• Tidak meniup/bernafas di dalam makanan yang panas, tidak memakannya kecuali makanan itu telah dingin, dan tidak bernafas di dalam tempat minum, namun bernafas di luarnya tiga kali. Anas menjelaskan, "bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bernafas tiga kali di saat beliau minum". Dalam riwayat lain dijelaskan, dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma , ia berkata: "Bahwasanya Rasulullah melarang bernafas di dalam tempat minum atau meniup di dalamnya." (HR. At-Tirmidzi dan Al-Bukhari dengan lafazh lain).

• Tidak minum dengan sekaligus habis. Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma , Rasulullah shallallahu alaihi wasalam bersabda: "Kalian jangan minum (segelas dihabiskan) sekaligus seperti unta, tetapi minumlah dua atau tiga kali, dan sebelumnya hendaklah membaca basmalah, kemudian sesudahnya membaca alhamdulillah." (HR. At-Tirmidzi dan ia katakan, hasan shahih).

• Tidak minum langsung dari mulut teko/poci (makruh hukumnya). Dari Abu Hurairah radiallahuanhu, ia berkata: "Rasulullah melarang seseorang minum dari mulut tempat minuman atau teko." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

• Itulah di antara adab-adab makan dan minum yang bisa kita laksanakan sebagai wujud dari kecintaan kita kepada sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasalam .

Read more...

Menghindari Hutang

>> Rabu, 14 Oktober 2009

Berhutang merupakan kenyataan yang melanda hampir setiap rumah tangga muslim. Apalagi ketika lebaran seperti sekarang ini. Agar Anda terhindar dari jerat hutang dan tidak menyesal karenanya, praktikkanlah nasihat-nasihat di bawah ini:

Renungkanlah selalu hadits-hadits tentang akibat hutang

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendatangi seorang laki-laki (yang meninggal dunia) untuk dishalatkan, maka beliau bersabda, artinya:
"Shalatkanlah teman kalian, karena sesung-guhnya dia memiliki hutang." Dalam riwayat lain disebutkan: "Apakah teman kalian ini memiliki hutang? Mereka menjawab, 'Ya, dua dinar'. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mundur seraya bersabda, 'Shalatkanlah teman kalian!' Lalu Abu Qatadah berkata, 'Hutang-nya menjadi tanggunganku'. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Penuhilah (janjimu)!, lalu beliau men-shalatkannya." (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, shahih).

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Jiwa seorang mukmin itu terkatung-katung karena hutangnya, sampai ia dibayarkan." (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah, shahih).
Dari Abdullah bin Amr, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Semua dosa orang yang mati syahid diampuni, kecuali hutang." (HR. Muslim).

"Demi jiwaku yang ada di TanganNya, seandainya ada seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian ia dihidupkan lagi, lalu terbunuh lagi, kemudian dihidupkan lagi dan terbunuh lagi, sedang ia memiliki hutang, sungguh ia tidak akan masuk Surga sampai hutangnya dibayarkan." (HR. An-Nasa'i, hasan).

Jangan berhutang kecuali karena terpaksa

Pada kenyataannya, banyak orang yang berhutang untuk bisa merayakan lebaran layaknya orang kaya, untuk bisa menyelenggarakan pesta perni-kahan dengan mewah, untuk bisa memiliki gaya hidup modern, misalnya dengan kredit mobil, rumah mewah, perabotan-perabotam mahal dsb. Lebih ironi lagi, ada yang hutang untuk selamatan keluarganya yang meninggal karena malu kepada para tetangga jika tidak mengadakannya, atau jika makanannya terlalu sederhana.

Aisyah berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membeli makanan dari seorang Yahudi dengan tempo dan beliau memberi jaminan baju besi kepadanya." (HR. Al-Bukhari).
Ibnul Munir berkata, 'Artinya, seandainya beliau shallallahu 'alaihi wasallam ketika itu memiliki uang kontan, tentu beliau tidak mengakhirkan pembayarannya. (Lihat, Fathul Bari, 5/53).

Bertaqwalah kepada Allah sebelum dan ketika berhutang.

Allah berfirman, artinya:
"Dan barangsiapa bertaqwa kepada Allah maka akan diberikan kemudahan urusannya." (Ath-Thalaq: 4).
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya:
"Barangsiapa mengambil harta orang (berhutang) dan ia ingin membayarnya, niscaya Allah akan menunaikannya dan barangsiapa berhutang dengan niat menghilangkannya (tidak membayar), niscaya Allah membuatnya binasa. " (HR. Al-Bukhari).
"Siapa yang meminjam dan sengaja untuk tidak membayarnya, niscaya ia menemui Allah dalam keadaan sebagai pencuri." (Shahih Ibnu Majah, no. 1954, 2/52).

Hutang adalah kesedihan di malam hari dan kehinaan di siang hari

Banyak orang menyembunyikan diri dari pandangan manusia karena takut bertemu dengan orang yang menghutanginya. Karena itu dianjurkan bagi yang menghutangi untuk meringankannya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Barangsiapa meringankan hutang orang yang dihutanginya atau membebaskannya maka ia berada di bawah naungan 'Arasy pada hari Kiamat." (HR. Muslim).

Jangan tertipu oleh promosi dan iklan bank

Bank-bank selalu mengiklankan agar orang melakukan transaksi keuangannya dengan jasa bank. Di antaranya, juga promosi mendapatkan kredit secara mudah. Hal itu karena hasil bank-bank ribawi adalah dari prosentasi bunga uang yang dipinjamkannya. Semakin lama masa pinjaman seseorang semakin besar pula keuntungan yang diraup bank, itulah yang dikehendaki bank. Dan itulah hakikat riba, Allah berfirman, artinya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan." (Ali Imran: 130).

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Satu dirham uang riba yang dimakan seseorang dan dia mengetahuinya lebih berat (dosanya) dari-pada 36 kali berzina." (HR. Ahmad, di- shahih-kan oleh Al-Albani).
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sungguh telah melaknat pemakan riba, pemberi riba, penulis dan kedua saksi atasnya. Beliau bersabda, 'Mereka itu sama saja'." (HR. Muslim).

Dalam mu'amalah ribawi, bank selalu mengeruk keuntungan, sedangkan peminjam bisa saja sewaktu-waktu merugi. Adapun banyaknya bank ribawi yang bangkrut, padahal secara matematis selalu untung maka hal itu adalah bukti kebenaran firman Allah:
"Allah memusnahkan (membangkrutkan) riba dan mengembangkan sedekah." (Al-Baqarah: 276).

[b ]Pemakaian kartu kredit [/b]

Di zaman supra modern ini banyak bertebaran kartu kredit. Pemiliknya bisa membeli apa saja, karena perusahaan yang mengeluarkan kartu kredit itu menjamin membayarnya. Secara lahiriah, pelayanan tersebut adalah rahmat, praktis dan sangat memanjakan. Tetapi ingat, jika mengakhirkan pembayaran untuk beberapa lama maka hutangnya akan menumpuk ditam-bah bunganya. Belum lagi pemilik kartu kredit akan selalu keranjingan untuk berbelanja hingga barang-barang yang tidak perlu sekalipun. Lalu, jika ia tidak segera membayarnya, maka ia akan terperosok ke dalam riba. Na'udzubillah.

Hindari membeli secara kredit

Kini membeli barang-barang secara kredit seperti sudah menjadi simbol zaman ini. Padahal ia adalah fenomena yang salah. Orang yang telah membeli secara kredit apalagi dengan nilai nominal yang tinggi- kelak akan menyesal. Sebab misalnya, orang yang membeli mobil secara kredit, dia akan membayar kira-kira dua kali lipat dari harga biasanya. Dan semakin lama masa kreditnya semakin berlipat pula yang harus ia bayar.

Jangan termakan oleh paham yang menyesatkan

Sebagian orang ada yang berpendapat, orang yang tidak memiliki hutang adalah orang yang diragukan kejantanannya. Bahkan mereka mengolok-olok kawannya yang memiliki hutang sedikit.
Syaikh Muhammad Al-Utsaimin, berkata: "Tidak diragukan lagi, ini adalah keliru. Bahkan hina tidaknya seseorang tergantung pada hutangnya. Siapa yang tidak memiliki hutang maka dia adalah orang mulia dan siapa yang memiliki hutang maka dialah orang yang hina. Karena sewaktu-waktu orang yang menghutanginya bisa menuntut dan memenjarakannya. Ia adalah orang yang sakit dan menginginkan semua orang sakit seperti dirinya. Karena itu, orang yang berakal tidak perlu mem-pedulikannya."

Berlindung kepada Allah dari tidak bisa membayar hutang

Rasululah shallallahu 'alaihi wasallam memperbanyak do'a:
"Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kegelisahan dan kesedihan, dari kelemahan dan kemalasan, dari sifat pengecut dan bakhil serta dari tidak mampu membayar hutang dan dari penguasaan orang lain." (HR. Al-Bukhari).
Dari Aisyah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam shalatnya berdo'a:
"Ya Allah aku berlindung kepadaMu dari dosa dan hutang."
Maka seseorang bertanya, 'Wahai Rasulullah, betapa sering engkau berlindung dari hutang? Maka beliau menjawab, 'Sesungguhnya bila seseorang itu berhutang akan berdusta dan berjanji tetapi ia pungkiri.' (Fathul Bari, 5/61).

Muliakanlah tamu tanpa berlebihan

Sebagian orang begitu sangat memuliakan tamunya. Mereka berusaha untuk membeli berbagai makanan untuk menjamu tamunya tersebut, meski terkadang dengan menghutang. Syari'at Islam mengajarkan agar kita memuliakan tamu, tetapi juga menekankan untuk tidak boros. Allah berfirman, artinya:
"Dan janganlah kalian berlebih-lebihan (boros), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan."(Al-An'am: 141).

Jangan membebani diri melebihi kemampuan

Sebagian orang ada yang memaksakan diri, misalnya pergi haji dengan menjual rumah atau sawah tempat penghasilannya sehari-hari, sehingga sekembali dari haji ia menjadi orang yang terlunta-lunta dan sengsara. Padahal Allah berfirman, artinya:
"Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya." (Al-Baqarah: 286).
Bahkan dalam masalah haji, secara khusus Allah berfirman, artinya:
"Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu atas orang-orang yang mampu melakukan perjalanan ke Baitullah." (Ali Imran: 97).

Mempertimbangkan untung-rugi sebelum berusaha

Sebagian orang begitu melihat kawannya sukses dengan usaha tertentu serta merta ia terjun di bidang yang sama.
Tidak diragukan lagi bahwa semua ada dalam taqdir Allah, tetapi membuka usaha tanpa pertimbangan matang adalah salah satu sebab kerugian dan terjerat hutang.

Program membayar pinjaman

Di antara hal yang membantu menyelesaikan hutang adalah membayarnya secara berkala. Bayarlah pinjaman itu berangsur dan jangan menganggap remeh karena sedikit yang dibayarkan. Hal ini insya Allah akan membantu menyelesaikan hutang secepatnya.

Read more...

Keutamaan Dan Etika Salam

>> Sabtu, 10 Oktober 2009

I. Keutamaan Salam.

• Mengucapkan salam merupakan salah satu perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Rasul-Nya Shallallaahu alaihi wa Sallam, sebagaimana dalam hadits Barra’ bin Azib, ia berkata: “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam memerintahkan kami untuk melakukan tujuh perkara, yaitu; menjenguk orang yang sakit, mengikuti jenazah, mendo’akan orang bersin yang mengucapkan alhamdulillah, membantu orang yang lemah, menolong orang yang dizhalimi, mengucapkan salam dan memenuhi sumpah.” (Muttafaq alaih).

• Menimbulkan kasih sayang antar sesama, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
“Tidak akan masuk surga sampai kamu beriman, dan tidak beriman sehingga kamu saling mencintai. Dan maukah aku tunjukkan suatu perbuatan yang bisa membuatmu saling mencintai; yaitu tebarkan salam antar sesamamu.” (HR. al Bukhari - Muslim).

• Merupakan amalan yang terbaik dalam Islam. Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra, seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam: “Apakah amalan yang paling baik dalam Islam?” Beliau menjawab:
“Memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang telah kamu kenal maupun yang belum kamu kenal”. (HR. al Bukhari - Muslim).

• Mendapatkan berkah dan kebaikan dari Allah, sebagaimana firmanNya:
“Maka ketika kamu masuk rumah, ucapkan salam untuk dirimu sebagai penghormatan dari Allah yang berisi berkat dan kebaikan.” (An-Nur: 61).

• Termasuk di antara perbuatan yang bisa memasukkan pelakunya ke dalam surga. Abu Yusuf Abdullah bin Salam Radhiallaahu anhu berkata; saya pernah mendengar Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
”Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makan, lakukan silaturrahim, dan shalatlah ketika orang lain tidur malam, maka engkau akan masuk ke surga dengan selamat.” (HR. At Tirmidzi, dia berkata: “hasan shahih”).

II. Cara Mengucapkan Salam

• Imam an-Nawawi berkata; Disunahkan untuk memulai salam dengan mengucapkan: “Assalaamu ‘alaikum warahmatullah”, dengan memakai dhamir jamak (kum), sekalipun sendirian. Dan menjawabnya dengan ucapan” Wa’alaikumus-salam warahmatullah wabarakatuh”, dengan menambah “wa” pada kata wa’alaikum. (Riyadhush-shalihin halaman 290). Orang yang mendapatkan salam, wajib menjawabnya dengan yang lebih baik atau semisal dengan salam yang dia terima. Sebagai-mana firman Allah:
“Apabila kamu diberi hormat (salam), maka hendaklah engkau menjawabnya dengan salam yang lebih baik atau yang serupa dengan yang diucapkannya.” (An-Nisa; 86)

• Apabila mendatangi para sahabat, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam mengucapkan salam sampai tiga kali (HR. al Bukhari dari Anas bin Malik). Imam an Nawawi mengomentari hadits ini dengan mengatakan; hal ini mungkin dilakukan karena sahabat dalam jumlah yang besar (Riyadhush-shalihin halaman 290).

• Orang yang mengendarai kendaraan mengucapkan salam kepada yang berjalan kaki. Yang berjalan kaki mengucapkan salam kepada yang duduk. Dan yang sedikit mengucapkan salam kepada yang banyak, dan yang kecil (muda) mengucapkan salam kepada yang besar (tua). sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh al Bukahri dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu.

• Mengucapkan salam dengan suara sebatas yang bisa didengar oleh orang yang diberikan salam, sebagai-mana yang diriwayatkan oleh Miqdad beliau berkata; kami menyediakan susu untuk Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau datang di waktu malam dan mengucapkan salam yang bisa didengar oleh orang yang terjaga dan tidak membuat orang yang tidur terbangun. (HR. Muslim).

• Tidak boleh memulai salam kepada orang kafir sebagaimana yang diriwayatkakn oleh Abu Hurairah Radhiallaahu anhu Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
“Jangan kamu memulai mengucapkan salam kepada Yahudi dan Nashrani, apabila kamu bertemu dengan mereka di jalan maka sempitkan jalannya”. (HR.Muslim).

Dan jika mereka mengucapkan salam kepada kita, cukup dijawab dengan ucapan “Wa’alaikum” (Muttafaq alaih). Apabila di sebuah majlis bercampur antara orang muslim dan non muslim maka boleh mengucapkan salam, sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam ketika melewati sebuah majlis yang di sana ada orang muslim, musyrik, penyembah patung, beliau memulai mengucapkan salam. (Muttafaq Alaih).

III. Waktu Mengucapkan Salam.

• Ketika bertemu dengan orang lain baik yang sudah dikenal maupun yang belum. Dan yang lebih baik adalah orang yang pertama memulai, sebagaimana hadits Abi Umamah al-Bahili, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda, artinya: “Sesungguhnya orang yang lebih baik di sisi Allah adalah yang memulai mengucapkan salam.” (HR. Abu Daud dengan sanad yang baik). Dalam riwayat lain, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
“Apabila kamu bertemu dengan saudaramu maka ucapkanlah salam, Jika terhalang dengan pohon, tembok atau batu, maka ucapkan salam ketika menemuinya”. (HR. Abu Daud dengan sanad yang shahih).

• Mengucapkan salam juga disunahkan ketika bertemu dengan anak kecil sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam, beliau mengucapkan salam kepada anak kecil (Muttafaq alaih). Imam al Bukhari dalam kitabnya al Adabul Mufrad menyebutkan bahwa Salamah bin Wirdan berkata; saya melihat Anas bin Malik menyalami orang-orang dan berkata kepadaku: “Siapa kamu?” Saya menjawab: “Saya seorang anak dari Bani Laits”, kemudian beliau mengusap kepalaku tiga kali dan berkata; “Semoga Allah memberkati-mu.” (Imam Albani berkata sanadnya hasan). Juga boleh mengucapkan salam kepada wanita, baik yang mahram maupun orang lain selama tidak menimbulkan fitnah. Sebaliknya wanita juga boleh mengucapkan salam kepada laki-laki seperti yang dilakukan oleh Umi Hani, ia mengucapkan salam kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam di waktu terjadinya penaklukan kota Makkah. (HR. Muslim).

• Ketika akan memasuki rumah orang lain. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu masuk ke rumah orang lain, hingga kamu minta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni-nya”. (QS.An-Nur; 27). Juga ketika memasuki rumah sendiri sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nur ayat 61.

Ketika masuk dan keluar dari sebuah majlis, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda:
”Apabila seorang masuk ke sebuah majlis maka hendaknya mengucapkan salam. Dan jika dia mau pergi hendaklah mengucapkan salam, tidaklah (salam) yang pertama tadi lebih berhak (untuk diucapkan) daripada yang akhir.”. (HR. Abu Daud, Imam al Albani berkata; hadits hasan dan shahih). Maksudnya, kedua salam tersebut sama haknya untuk diucapkan.

• Apabila ada orang yang menitipkan salam, maka yang menerima titipan salam tersebut mengatakan “Wa’alaihis-salam warahmatullahi wabara-kaatuh”. Sebagaimana yang dilakukan Aisyah ra ketika menerima titipan salam dari Jibri as lewat Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam. (HR.al Bukhari- Muslim).

Read more...

Tanda Kebaikan Islam Seseorang

>> Jumat, 09 Oktober 2009

"Diriwayatkan dari Abi Hurairah radhiyallah 'anhu , ia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: "Termasuk dari kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak penting baginya." (HR At-Tirmidzi dan periwayat lainnya).

Imam An-Nawawi rahimahullah (wafat 676H) mengatakan dalam kitabnya, "Al-Arba'in" bahwa hadits ini derajatnya hasan. Syaikh Salim Al-Hilali mengatakan dalam kitab Shahih al-Adzkar wa dh'ifuhu bahwa hadits ini shahih lighairihi (shahih karena adanya riwayat lainnya). Kesimpulannya, hadits ini benar adanya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam .

Imam Ibnu Rajab rahimahullah (wafat 795H) mengatakan: "Hadits ini merupakan pondasi yang sangat agung di antara pondasi-fondasi adab." Dia mengatakan pula tentang pengertian hadits ini: "Sesungguhnya barangsiapa yang baik keislamannya pasti ia meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting baginya; ucapan dan perbuatannya terbatas dalam hal yang penting baginya." ( lihat Kitab Jami'ul 'Ulum wal Hikam).

Ukuran penting di sini bukan menurut rasa atau rasio/ akal kita yang tidak lepas dari pengaruh hawa nafsu, akan tetapi berdasarkan tuntunan syari'at Islam.

Termasuk meninggalkan ucapan dan perbuatan yang tidak penting adalah meninggalkan hal-hal yang haram, atau hal yang masih samar, atau sesuatu yang makruh, bahkan berlebihan dalam perkara-perkara yang mubah (diboleh-kan) sekalipun, apabila tidak dibutuhkan maka termasuk kategori hal-hal yang tidak penting.


Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan pula: "Kebanyakan pendapat yang ada tentang maksud meninggalkan apa-apa yang tidak penting adalah menjaga lisan dari ucapan yang tidak berguna, sebagaimana disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala :

"Tidaklah seorang mengucapkan satu ucapan kecuali padanya ada malaikat yang mengawasi dan mencatat." (Qaaf: 18).

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah berkata: "Barangsiapa yang membandingkan antara ucapan dan perbuatannya tentu ia akan sedikit berbicara kecuali dalam hal-hal yang penting."

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitabnya, Al-Adzkaar: "Ketahuilah, sesungguhnya setiap mukallaf (muslim yang dewasa dan berakal hingga terbebani hukum syari'at, red) diharuskan menjaga lisannya dari segala ucapan kecuali yang mengandung maslahat. Apabila sama maslahatnya, baik ia berbicara ataupun diam, maka sunnah untuk menahannya, karena kata-kata yang mubah dapat mengakibatkan suatu hal yang akhirnya menjurus kepada yang haram atau makruh, dan ini sering terjadi secara umum. Padahal mencari keselamatan itu tidak ada bandingannya." Artinya mencari keselamatan itu sangat penting sekali.

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah (wafat th 751H) berkata: "Menjaga lisan adalah agar jangan sampai seseorang mengucapkan kata-kata yang sia-sia. Apabila ia berkata hendaklah berkata yang diharapkan terdapat kebaikan padanya dan manfaat bagi dien (agama)nya. Apabila ia akan berbicara hendaklah ia pikirkan, apakah dalam ucapan yang akan dikeluarkan terdapat manfaat dan kebaikan atau tidak? Apabila tidak bermanfaat hendaklah ia diam, dan apabila bermanfaat hendaklah ia pikirkan lagi, adakah kata-kata lain yang lebih bermanfaat atau tidak? Supaya ia tidak menyia-nyiakan waktunya dengan yang pertama (tidak bermanfaat) itu. (Dinukil dari Kitab Ad-Daa'u wad Dawaa').

Selanjutnya beliau dalam kitabnya itu pula mengatakan, "Adalah sangat mengherankan bahwa manusia mudah dalam hal menghindari dari memakan barang haram, berbuat dzalim, berzina, mencuri, minum minuman keras, memandang pan-dangan yang diharamkan, dan lain sebagainya; tetapi sulit untuk menjaga gerakan lisannya. Sampai-sampai seseorang yang dipandang sebagai ahli agama, zuhud, gemar beribadah, tetapi dia berbicara dengan ucapan yang membuat Allah marah kepadanya. Dengan ucapannya tersebut, tanpa ia sangka-sangka menyebabkan ia terjerumus ke neraka jahanam lebih jauh jaraknya dibanding jarak antara timur dan barat.

Betapa banyak orang yang demikian, yang engkau lihat dalam hal wara', meninggalkan kekejian dan kedzaliman, tetapi lisannya diumbar ke sana ke mari menodai kehormatan orang-orang yang hidup dan yang telah meninggal dunia, tanpa mempedulikan akibat dari kata-kata yang diucapkannya."

Ancaman yang disebutkan itu berlandaskan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kata-kata, ia tidak memikirkan (apakah baik ataukah buruk) di dalamnya maka ia tergelincir disebabkan kata-kata itu ke dalam api neraka sejauh antara timur dan barat." (Muttafaq 'alaih).

Marilah kita simak pula nasihat dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin hafizhahullah, yang kami ringksakan dari kitabnya, Syarah Riyadhus Shalihin:

Seorang muslim apabila ingin baik keislamannya maka hendaklah ia meninggalkan apa-apa yang tidak penting baginya. Contoh, apabila engkau bingung terhadap suatu amalan, apakah engkau kerjakan atau tidak, maka lihatlah amalan itu apakah penting untukmu dalam hal dien dan dunia atau tidak penting. Jika penting maka lakukanlah, kalau tidak maka tinggalkanlah, karena keselamatan itu harus lebih diutamakan.

Demikian pula janganlah engkau ikut mencampuri urusan orang lain jika kamu tidak memiliki kepentingan dengannya. Tidak seperti yang dilakukan oleh sebagian manusia pada hari ini, yaitu rasa ingin tahu terhadap urusan orang lain; apabila ada dua orang yang sedang berbincang-bincang lalu ia datangi keduanya dengan rasa ingin tahu apa yang sedang diucapkan oleh mereka berdua. Atau terkadang mengutus orang lain untuk men-dengarkannya.

Contoh (kurang baik) yang lain lagi, jika engkau berjumpa dengan orang lain engkau bertanya kepadanya dari mana kamu, apa yang telah dikatakan si fulan kepadamu, dan apa yang kamu katakan kepadanya, dan lain sebagainya dari perkara-perkara yang tidak ada gunanya dan tak ada faedahnya, bahkan hanya membuang-buang waktu, membuat hati gelisah, dan mengacaukan pikiran serta menyia-nyiakan sebagian besar hal-hal yang penting lagi bermanfaat.

Engkau dapati seorang yang dinamis aktif dalam beramal, memiliki perhatian penuh terhadap kebaikan bagi dirinya dan hal-hal yang bermanfaat baginya, maka engkau dapatkan dia sebagai orang yang produktif.

Kesimpulannya, jika engkau ingin melakukan atau meninggalkan suatu pekerjaan, maka perhatikanlah: Apakah hal itu penting bagimu atau tidak. Jika tidak penting maka tinggalkanlah, apabila penting maka kerjakanlah sesuai dengan prioritasnya. Demikian-lah manusia yang berakal, dia sangat memperhatikan amal kebaikan sebagai persiapan menghadapi kematian. Dan dia selalu mengoreksi diri terhadap amal-amalnya selama ini.

Read more...

Muslim Multazim

Nabi dan para shahabat adalah orang orang yang memiliki jiwa militansi sangat tinggi, mereka patut untuk kita jadikan panutan dalam hal iltizam. Apakah pantas orang-orang yang mengikuti jalan mereka selaku umat terbaik justeru dicap negatif sebagaimana diatas?

Definisi iltizam

Iltizam adalah suatu kata yang umum yang menunjukkan makna menetapi dan sungguh-sungguh terhadap syari'at atau selainnya. Akan tetapi dalam konteks dimasa ini lebih cenderung banyak dipakai untuk istilah orang yang berpegang teguh terhadap syari'at dan tamassuk (memegang erat) agama (Islam). Dari sini kita katakan bahwa orang yang bersungguh-sungguh dalam agama (iltizam) adalah seorang Mustaqim (istiqamah/lurus), Almutamassik bisy syari'ah (memegang syari'at), Almuthi' lillah (taat kepada Allah), atau 'amilan bisyari'atillah wa muttabi'an lirasulillah (menjalankan syari'at Allah dan ittiba' kepada Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam ).

Hakikat iltizam

Dari ta'rif diatas maka iltizam pada prinsipnya adalah memegang teguh syari'at, mengamalkannya dan ittiba' kepada sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam , inilah hakikat iltizam. Dan kita akan melihat bahwa seorang yang multazim aktivitas kesehariannya akan berkisar pada amalan-amalan wajib, ataupun sunnah, mungkin juga nawafil (tambahan) dari bentuk-bentuk ibadah dan ketaatan, bisa juga fardhu kifayah yang mampu ia kerjakan. Demikianlah tuntutan yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan memposisikan dirinya sebagai orang yang multazim.

Dalil-dalil iltizam

Dari Al Qur'an

Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai." (QS Ali Imran : 103)
Dalam konteks ini iltizam bermakna I'tisham yaitu menetapi sesuatu dan berpegang teguh kepadanya.

Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman:
"Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus." (QS Al Baqarah: 256).
Di sini iltizam punya arti tamassuk yakni menggenggam sesuatu dengan sangat erat sesuai kemampuan.

Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman, artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Rabb kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Jangan-lah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (QS. Fushshilat: 30)


"Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan: "Rabb kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita." (QS. Al-Ahqaf: 13)


Dalam dua ayat di atas iltizam memiliki arti istiqamah yaitu jalan yang lurus yang tidak ada kebengkokan dan penyimpangan.

Dalil dari Assunnah
Hadits pertama:
Artinya: "Dari Sufyan bin Abdillah Ats Tsaqafi berkata: aku berkata: "Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang tak akan kutanyakan lagi kepada selain Anda, maka beliau bersabda: "Ucapkanlah aku beriman kepada Allah kemudian beristiqamahlah!" (HR Muslim dalam kitabul iman).

Hadits kedua:
Artinya: "Maka wajib atas kalian semua berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulafaur rasyidin yang telah mendapatkan petunjuk, gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham." (maksud-nya berpegang teguhlah dengan sunnah sekuat tenaga, red) (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Ad-Darimi).

Hadits ketiga:
Dari Abdullah ibnu Mas'ud Radhiallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa sallam membuat sebuah garis dengan tangannya, lalu bersabda: "Ini jalan Allah yang lurus," kemudian beliau membuat garis-garis di kanan kirinya lalu bersabda: "Ini adalah jalan-jalan (as subul), tak satupun dari jalan-jalan tersebut kecuali di sana ada syetan yang mengajak kepadanya, kemudian beliau membacakan firman Allah (QS Al An'am ayat 153). (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al Hakim)

Apa yang dilakukan seorang multazim

Seorang yang benar-benar multazim harus melakukan amalan-amalan yang menjadi bukti konkrit atas kesungguhan dan komitmennya terhadap Islam. Diantara yang senantiasa dijalani oleh para multazimin dalam kehidupannya adalah sebagai berikut:

Berpegang dengan As Sunnah

Seorang yang multazim sudah barang tentu harus memegang As Sunnah dengan sungguh-sungguh, atau dengan kata lain adalah seorang ahlus sunnah dan ahlus syari'ah. Dia juga aljama'ah (kelompoknya Nabi dan para shahabat) walau jumlah mereka hanya sedikit.

Giat menuntut ilmu

Muslim yang multazim haruslah selalu menuntut ilmu sehingga ia beribadah kepada Allah diatas dasar cahaya dan hujjah yang jelas, bukan diatas kejahilan dan kesesatan. Masalah ini tidak bisa ditawar-tawar lagi sebab seorang yang iltizam dengan ajaran Islam otomatis akan menjadi da'i yang menyeru ke jalan Allah. Ia akan meng-ajak orang lain untuk beristiqamah, iltizam dan menjalankan syari'at Allah dalam kehidupan. Dengan ilmu (syar'i) inilah ia akan mengajak orang ke jalan Allah dengan berlandaskan hujjah yang terang (bashirah).

Meninggalkan bid'ah, maksiat dan kesia-siaan ( lahwu)

Seorang yang istiqamah harus selalu bersemangat untuk senantiasa melakukan apa-apa yang disyariatkan Allah, belajar dan mengajarkan Islam. Ia selayaknya juga harus berusaha sekuat tenaga menjauhi segala bentuk yang bisa mencoreng harga dirinya, menodai keadilannya dan apa saja yang bisa menuurunkan martabat dan kedudukannya. Hal itu dapat dilakukan dengan cara meninggalkan bid'ah, maksiat dan segala bentuk kesia-siaan.

Berdakwah menyeru ke jalan Allah

Setelah seseorang diberi rahmat oleh Allah berupa kemampuan untuk beriltizam dan beristiqamah maka ia tidak boleh berhenti sampai di sini. Akan tetapi ia masih punya kewajiban yang sangat penting yaitu berdakwah mengajak orang ke jalan Allah. Mengajak siapa saja baik itu saudara, sahabat, teman kerja, keluarga dan siapa saja yang ada di sekelilingnya. Ini merupakan salah satu kewajiban seorang muslim terhadap saudaranya seiman, sebab jika ia tidak berdakwah kepada kebaikan tentu mereka yang buruk dan sesat akan mengajak kepada keburukan dan kesesatan yang mereka kerjakan. Bukankah kita akan senang jika banyak orang yang mengikuti jejak kebaikan yang kita lakukan?Bukankah kita senang jika banyak orang yang menolong dan membantu kita? Kita juga akan merasa senang jika banyak orang yang senantiasa berbuat kebajikan dan meniti agama yang lurus baik itu kalangan pemuda, remaja maupun anak-anak.


Diantara cara berdakwah yang bisa dilakukan:

Khutbah atau ceramah

Hal ini sangat perlu mengingat masih banyak para khatib atau penceramah yang kurang memadai baik dari sisi akidah, sudut pandang terhadap agama maupun manhaj mereka, sehingga tidak jarang kita jumpai kesalahan dalam khutbah atau ceramah mereka. Hendaknya para da'i yang memiliki ilmu yang shahih menjadi seorang khatib karena dapat kita bayangkan bagaimana kondisi kaum muslimin yang hanya menerima informasi keagamaan setiap minggu (Jum'at) itupun tak semuanya benar.

Imamah/pengelolaan masjid

Yaitu mengelola dan mengadakan kegiatan di masjid-masjid yang tidak dipakai untuk shalat jum'at (Mushalla, Langgar dsb). Seorang da'i yang mumpuni jika mampu menjadi imam dan mengelola masjid maka akan memberi banyak manfaat kepada jama'ahnya seperti menyampaikan nasihat, wejangan serta mengadakan kajian-kajian di sana. Selain itu seorang imam masjid yang mengetahui seluk beluk ilmu syar'i dan beraqidah lurus sangat memungkinkan untuk diterimanya shalat jama'ah yang diimaminya-dengan izin Allah-sebab ia akan senantiasa melakukan shalat dengan semaksimal mungkin memenuhi syarat, wajib dan rukun-rukunnya.

Membantu pihak-pihak lain

Termasuk medan dakwah yang dapat ditempuh ialah dengan memberi-kan bantuan baik materi maupun maknawi. Banyak lembaga-lembaga dakwah dan pendidikan yang membutuhkan bantuan dan sokongan dari berbagai pihak sesuai profesi dan kemampuan yang ada.

Sifat-sifat seorang multazim

Seorang multazim memiliki sifat yang luhur sebagai pelengkap dan konsekwensi dari iltizamnya, di antara sifat-sifat itu adalah:

Baik dalam pergaulan, yaitu menunjung tinggi nilai-nilai akhlak.
Sopan santun terhadap orang lain, menghormati tetagangga dan menu-naikan amanah.
Menahan pandangan, tidak menyakiti orang lain, menjawab salam, beramar ma'ruf dan nahi mungkar.

Demikian, semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hambaNya yang senantiasa memegang teguh agama serta menolong kita untuk selalu berdzikir, bersyukur serta mem-perbagus ibadah kepadaNya. Amin.

Read more...

B O H O N G

>> Kamis, 08 Oktober 2009

Di era globalisasi sekarang ini, kebohongan dan kepalsuan telah menjalar dan menjadi borok di segala lapisan masyarakat. Bahkan di Amerika berdasarkan sebuah survey terpercaya, didapatkan angka 91% dari warganya terbiasa berbohong. Sebagian umat Islampun ada yang kecanduan dengan sikap tercela ini. Tulisan di bawah ini, mudah-mudahan menguatkan kita untuk menghindari kebiasaan tercela tersebut.

Allah Ta'ala telah menjadikan umat Islam bersih dalam kepercayaan, segala perbuatan dan perkataannya. Kejujuran adalah barometer kebahagiaan suatu bangsa. Tiada kunci kebahagiaan dan ketentraman haqiqi melainkan bersikap jujur, baik jujur secara vertikal maupun horizontal.

Kejujuran merupakan nikmat Allah Ta'ala yang teragung setelah nikmat Islam, sekaligus penopang utama bagi berlang-sungnya kehidupan dan kejayaan Islam. Sedangkan sifat bohong merupakan ujian terbesar jika menimpa seseorang, karena kebohongan merupakan penyakit yang menggerogoti dan menghancurkan kejayaan Islam.

Dusta merupakan dosa dan aib besar, Allah Ta'ala berfirman:
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya." (Al-Isra': 36)
Dari Ibnu Mas'ud Radhiallahu 'Anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

"Sesungguhnya jujur itu menunjukkan kepada kebaikan, sedangkan kebaikan menuntun menuju Surga. Sungguh seseorang yang membiasakan jujur niscaya dicatat di sisi Allah sebagai orang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemungkaran, sedangkan kemungkaran menjerumuskan ke Neraka. Sungguh orang yang selalu berdusta akan dicatat sebagai pendusta". (HR. Al-Bukhari dan Muslim )

Faktor-Faktor Pendorong Terjadinya Dusta

• Tipisnya rasa takut kepada Allah Ta'ala.
• Usaha memutarbalikkan fakta dengan berbagai motifnya; baik untuk melariskan barang dagangan, melipatganda-kan keuntungan atau yang lain.
• Mencari perhatian, seperti ikut dalam seminar dan diskusi dengan membawakan trik-trik dan kisah-kisah bohong menarik supaya para peserta terpesona.
• Tiadanya rasa tanggung jawab dan berusaha lari dari kenyataan hidup.
• Kebiasaan berdusta sejak kecil, baik karena pengaruh kebiasaan orang tua atau lingkungan tempat tinggalnya.
• Merasa bangga dengan kebohong-annya, karena ia menganggap kebohongan itu suatu kecerdikan, kecepatan daya nalar dan perbuatan baik.

Dusta dalam Kenyataan Sehari-hari yang Harus Dihindari
• Ungkapan seseorang: "Telah saya katakan kepadamu seribu kali, masa belum paham juga." Ungkapan di atas tidak menunjukkan jumlah bilangannya, tetapi untuk menguatkan maksud. Jika ia hanya mengatakannya sekali, maka ia telah berdusta. Tetapi jika ia mengatakannya berkali-kali walaupun belum sampai hitungan seribu kali, maka ia tidak berdosa.
Contoh lain, seseorang berkata kepada temannya: "Silakan dimakan," lalu dijawab: "Terimakasih, saya sudah kenyang atau saya tidak bernafsu."
Hal-hal semacam itu dilarang (haram) jika tidak mengandung tujuan yang benar.
Ahli wira'i (orang-orang yang senantiasa memelihara dirinya dari unsur haram) sangat membenci basa-basi semacam ini.
• Berdusta dalam memberitakan mimpi, padahal dosanya besar sekali. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

"Sesungguhnya di antara kebohongan terbesar adalah seseorang yang mengaku (bernasab) kepada selain bapaknya, atau bercerita tentang mimpi yang tak pernah ia lihat, serta meriwayatkan atas Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sesuatu yang tidak pernah beliau katakan." (HR. Al Bukhari)
• Mengelabuhi anak kecil dengan memanggilnya untuk diberi sesuatu, padahal ia tidak memiliki apa-apa. Misalnya, seseorang berkata: "Nak kemari, bantu bapak ya, nanti bapak kasih duit," tetapi kemudian ia tidak memberinya apa-apa.
• Menceritakan segala hal yang ia dengar.

"Cukuplah seseorang disebut pendusta, jika ia menceritakan segala hal yang ia dengar." (HR. Muslim)
Padahal sangat mungkin terjadi kekeliruan dalam pemberitaannya, karena ia tidak mengecek terlebih dahulu, tapi biasanya ia berdalih: "Ini berdasarkan yang saya dengar."
Bagaimana jika berita itu tentang tuduhan zina? Apa ia tetap menyebarluaskannya tanpa bukti yang nyata? Adakah di antara kita rela didakwa zina semacam ini?
• Berkata atau bercerita bohong yang lucu, agar massa pendengarnya tertawa.

"Neraka Wail (kehancuran) bagi orang yang berbicara kemudian berdusta supaya pendengarnya tertawa. Wail baginya, sungguh Wail sangat pantas baginya." (HR. Bazzar)

Terapi Penyembuhan Penyakit Tercela Ini

Jika Anda ingin mengerti keburukan sifat dusta dari dirimu sendiri, maka perhatikan kebohongan orang lain, niscaya Anda membencinya, merendahkan dan mengecamnya. Setiap muslim wajib memperbaharui taubat dirinya dari segala dosa dan kesalahan. Demikian pula ia wajib mencari dan me-melihara berbagai macam sebab yang bisa membantunya dalam meninggalkan dan menjauhi sifat yang tidak terpuji ini.

Di antara sebab-sebab tersebut adalah:

• Pengetahuan sang pelaku tentang keharaman dusta, siksanya yang berat dan selalu mengingat dalam setiap hendak berbicara.
• Membiasakan diri dalam memikul tanggung jawab dalam segala hal yang benar dan berbicara jujur, apapun resikonya.
• Memelihara kata-katanya dan senantiasa mengoreksinya.
• Mengubah tempat-tempat membual menjadi tempat-tempat ibadah, dzikir dan mempelajari ilmu.
• Hendaknya para pembual tahu, mereka telah menyandang salah satu sifat orang-orang munafik karena dustanya.
• Hendaknya mereka juga memahami, dusta merupakan jalan menuju kemungkaran yang nantinya bermuara di Neraka, sedangkan jujur menuntun pelakunya ke Surga.
• Hendaknya ia mendidik anak-anaknya secara Islami dan benar, mambiasakanmereka selalu jujur di setiap ucapan dan tindakannya serta senantiasa jujur di hadapan mereka.
• Hendaknya ia mengerti, kepercayaan relasinya akan berkurang karena kebohongan-kebohongannya, bahkan bisa luntur sama sekali.
• Hendaknya ia memahami, kebohongannya itu sangat membahayakan orang lain.

Akhirnya hanya kepada Allah Ta'ala kita memohon agar kita dijauhkan dari sifat tercela ini, sehingga kita termasuk golongan hamba-hambaNya yang selalu bersikap jujur dalam segala situasi dan kondisi. Amien

Read more...

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP