KEUTAMAAN SEPULUH HARI PERTAMA BULAN DZUL HIJJAH DAN SEPUTAR HUKUM QURBAN / UDHHIYAH

>> Minggu, 23 Oktober 2011

KEUTAMAAN SEPULUH HARI PERTAMA BULAN DZUL HIJJAH

Oleh: Ainii Firdaus



1. Allah Ta’aala berfirman:



وَالْفَجْرِ (1) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (2)
“Demi Fajar, dan malam-malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr: 1-2)

Ibnu Katsir –Rahimahullah berkata: “ Yang dimaksud adalah sepuluh hari (pertama) bulan Dzul Hijjah”. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Az-Zubair, Mujahid dan tidak sedikit daripada Salaf dan Khalaf.

2. Allah Ta’aala berfirman:

وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ



“…dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan” (QS. Al Hajj: 28).

Ibnu Abbas –Radhialahu ‘Anhuma berkata: “ (Yang dimaksud adalah) sepuluh hari pertama (bulan Dzul Hijjah) “.

3. Dari Ibnu Abbas –Radhiallahu ‘Anhuma beliau berkata: Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda:

“ما من أيام العمل الصالح أحب إلى الله فيهن من هذه الأيام” -يعني عشر ذي الحجة -قالوا: ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: “ولا الجهاد في سبيل الله، إلا رجلا خرج بنفسه وماله، ثم لم يرجع من ذلك بشيء” [رواه البخاري]

“Tidak ada hari dimana amal sholeh pada saat itu lebih dicintai Allah daripada hari-hari ini, yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah. mereka (para sahabat) bertanya : Tidak juga jihad fi sabilillah (lebih utama dari itu) ?, beliau bersabda: Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan jiwanya dan hartanya dan tidak kembali dengan sesuatupun. (HR. Bukhari).

4. Dari Ibnu Umar –Radhiallahu ‘Anhuma berkata, Rasulullah–Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda:

“Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan tidak ada amal perbuatan yang lebih dicintai Allah selain pada sepuluh hari itu. Maka perbanyaklah pada hari-hari tersebut Tahlil, Takbir dan Tahmid “ (HR. Imam Ahmad dan Ath-Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir)



5. Sa’id bin Jubair –Rahimahullah dan beliau adalah yang meriwayatkan hadits Ibnu Abbas –Radhiallahu ‘Anhuma (poin 3) , jika telah datang sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah beliau (Sa’id bin Jubair –Rahimahullah) sangat bersungguh-sungguh (dalam beribadah dan beramal saleh) hingga hampir saja dia tidak kuasa (melaksanakannya) “ (Riwayat Ad-Darimi dengan sanad hasan)

6. Para Ulama –Rahimahumullah menyatakan: “ Sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah adalah hari-hari yang paling utama, sedangkan sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan adalah malam-malam yang paling utama ”.



7. Ibnu Hajar –Rahimahullah berkata dalam kitabnya Fathul Baari: “ Tampaknya sebab mengapa sepuluh hari pertama bulan Dzul Hijjah diistimewakan adalah karena pada hari-hari tersebut merupakan waktu berkumpulnya ibadah-ibadah utama; yaitu shalat, shaum, shadaqah dan haji dan tidak ada seperti itu pada waktu lainnya.”

MACAM – MACAM AMALAN YANG DISYARIATKAN :

1. Melaksanakan Ibadah Haji Dan Umrah

2. Berpuasa Selama Hari-Hari Tersebut Atau Pada Sebagiannya, Terutama Pada Hari Arafah

Diriwayatkan dari Abu Qatadah bahwa Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda :“Berpuasa pada hari Arafah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya.”(HR. Muslim).

Dari Hunaidah bin Kholid dari isterinya, dari sebagian isteri-isteri Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam, dia berkata: “Adalah Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam berpuasa pada sembilan (hari pertama) bulan Dzul Hijjah, hari ‘Asyura (sepuluh Muharram) dan tiga hari setiap bulan.”(HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i).

Imam Nawawi –rahimahullah berkata tentang puasa sembilan hari pertama bulan Dzul Hijjah : “Sangat di sunnahkan.”



3. Disyariatkan Pada Hari-hari Itu Takbir Muthlak dan Muqoyyad

Takbir muthlak dilakukan pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat ied. Disyariatkan pula takbir muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai sholat fardhu dari sejak pagi hari ‘Arafah setelah shalat Subuh (9 Dzul Hijjah) sampai shalat Ashar akhir hari Tasyriq (13 Dzul Hijjah).

Imam Bukhari menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah –Radhiallahu ‘Anhum keluar ke pasar pada hari-hari sepuluh (sepuluh hari pertama) dalam bulan Dzul Hijjah seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orang pun mengikuti takbirnya.

4. Taubat Serta Meninggalkan Segala Maksiat Dan Dosa, Sehingga Akan Mendapatkan Ampunan Dan Rahmat Allah.

5. Memperbanyak Beramal Shalih.

6. Berkurban Pada Hari Raya Qurban Dan Hari-hari Tasyriq.

7. Melaksanakan Shalat Idul Adha dan Mendengarkan Khutbahnya Dll.



SEPUTAR HUKUM QURBAN / UDHHIYAH


Definisi

Udhhiyah / Qurban adalah hewan yang disembelih pada hari Idul Adha (10 Dzulhijjah) sampai akhir hari- hari Tasyriq (13 Dzulhijjah) dengan tujuan taqarrub ( pendekatan) kepada Allah .

Hukum Berqurban

Allah Ta’aala mensyariatkan berqurban dalam firmanNya:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2)

“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu dan berqurbanlah. ” (QS. Al-Kautsar: 2).

Hukumnya adalah sunnah muakkadah bagi yang mampu, sebagaimana Nabi Muhammad –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam berqurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu. (HR. Bukhari dan Muslim).

Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “”Barangsiapa yang mempunyai kelapangan harta dan tidak berqurban maka janganlah mendekati mushalla kami”. (HR. Al-Baihaqi dll dengan sanad sahih. Lihat Shahihul Jami’ 6490)

Hewan Yang Diqurbankan

Hewan yang dikurbankan adalah unta, sapi dan kambing dan hendaklah telah berumur minimal:

Unta 5 tahun, Sapi 2 tahun dan Kambing 1 tahun. Para Ulama membolehkan kambing kibas (domba) yang telah berumur 6 bulan asal gemuk dan sehat.

Hendaklah Hewan Qurban Tidak Cacat

Hewan itu harus sehat tidak memiliki cacat, sebab Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda :

“Empat cacat yang tidak mencukupi dalam berqurban: Buta yang jelas, sakit yang nyata, pincang yang sampai kelihatan tulang rusuknya (pincang yang nyata) dan yang kurus sekali . ” (HR. At-Tirmidzi dll).

Waktu Penyembelihan

Waktu penyembelihan dimulai setelah shalat Idul Adha usai dan berakhir saat tenggelam matahari akhir hari Tasyriq (13 Dzulhijjah).

Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda : “Siapa yang menyembelih sebelum shalat (ied) maka sesungguhnya ia menyembelih untuk dirinya sendiri, dan siapa menyembelih setelah shalat dan khutbah maka sungguh ia telah menyempurnakan qurbannya dan sesuai dengan sunnah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Juga sabda beliau –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam: “Hari-hari Tasyriq adalah hari-hari makan dan minum dan berdzikir kepada Allah.” (HR. Muslim).

Penyembelihan Qurban

Disunnahkan bagi yang bisa menyembelih agar menyembelih sendiri. Adapun doa yang dibaca saat menyembelih adalah :
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَر، اللَّهُمَّ هَذَا عَنْ فُلاَن (……)بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَر

“Dengan menyebut nama Allah dan Allah Maha Besar, Yaa Allah ini adalah (qurban) dari si fulan ………(dengan meyebut namanya). Bismillahi Wallahu Akbar.”

Sebagaimana Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam ketika menyembelih qurban, beliau membaca :
بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَر، اللَّهُمَّ هَذَا عَنِّي وَعَنْ مَنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي

“Dengan menyebut nama Allah dan Allah Maha Besar, Yaa Allah ini adalah (qurban) dariku dan dari siapa yang belum berqurban dari umatku.”(HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Sedangkan orang yang tidak bisa menyembelih sendiri hendaklah menyaksikan dan menghadirinya (ketika proses penyembelihan). Seandainya tidak menyaksikan juga tidak mengapa.

Pembagian Daging Qurban

Allah Ta’aala berfirman: “Maka makanlah sebagiannya (dan sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang sengsara lagi fakir.” (QS. Al-Hajj: 28)

“Maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta ) dan orang yang meminta.” (QS. Al-Hajj: 36).

Berdasarkan kedua ayat tersebut sebagian Salafush Shaleh lebih menyukai membagi qurban menjadi tiga bagian; sepertiga untuk diri sendiri, sepertiga hadiah untuk orang-orang mampu dan sepertiga lagi shodaqoh untuk fuqara.

Larangan Bagi Orang Yang Berqurban

Bila seseorang berniat untuk berqurban dan memasuki bulan Dzul Hijjah maka baginya agar tidak memotong/mengambil rambut, kuku, atau kulitnya sampai dia menyembelih hewannya, sebagaimana hadits Ummu Salamah –Radhialahu ‘Anha, bahwa Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda:

“Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya.” (HR. Ahmad dan Muslim)

Dalam lafadh lain: “Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut dan kukunya sehingga ia berkurban.”

Dalam lafadh lain: “Maka janganlah menyentuh (mengambil) sedikitpun dari rambut dan kulitnya.”

Larangan ini hanya dikhususkan bagi orang yang berqurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berqurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut atau keramas meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.

Jika seseorang berniat berkurban pada pertengahan hari-hari sepuluh itu maka dia menahan hal itu sejak saat niatnya, dan dia tidak berdosa terhadap hal-hal yang terjadi pada saat-saat sebelum niat.

Imam Nawawi –Rahimahullah berpendapat bahwa larangan ini bersifat makruh tidak sampai haram.

Hikmah dari larangan ini menurut sebagian Ulama adalah agar supaya ketika hewan qurban disembelih, orang yang berqurban dalam keadaan utuh seluruh bagian tubuhnya sehingga semuanya dimerdekakan dari api neraka. Sebagian yang lain berpendapat untuk menyerupai orang yang sedang ihram (haji atau umrah).



HUKUM MENGGABUNG AQIQOH DENGAN QURBAN

Berkata Abu Abdillah Al Imam Ahmad bin Hanbal -Rahimahullah : “Aku berharap qurban mencukupi dari aqiqoh -insya Allah, bagi siapa yang belum aqiqoh ”

Berkata Ibnul Qoyyim -Rahimahullah : “Jika seseorang berqurban dan berniat sebagai aqiqoh dan qurban maka hal itu terjadi untuk keduanya sebagai mana seorang yang shalat dua rakaat dengan niat tahiyatul masjid dan sunnah maktubah (rawatib) ”



Anjuran (Sunnah) Dalam Berqurban atau Menyembelih

Hendaklah menajamkan pisau dan menyembunyikannya dari pandangan binatang serta memperlakukannya dengan sebaik-baiknya. Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mewajibkan berbuat baik pada segala sesuatu, maka jika kalian membunuh, bunuhlah dengan cara yang baik, jika kalian menyembelih sembelihlah dengan cara yang baik, haruslah seseorang mengasah mata pisaunya dan membuat nyaman hewan sembelihannya.” (HR Al-Jamaah kecuali Bukhari). Semoga Bermanfaat.



Maraji’:

- “Fadhl ‘Asyr Dzil Hijjah Wa Ahkam ‘Iedil Adha Wa Ahkamil Udhhiyyah”. Abdul Malik Al-Qasim. Penerbit Darul Qasim.

- “Min Akhtho’ina Fil ‘Asyr”. Muhammad bin Rasyid Al-Ghufaili. Cetakan Pertama 1417 H. Penerbit Darul Masir, Riyadh.

- “Fadhlu Ayyam ‘Asyr Dzil Hijjah”. Muraja’ah Syaikh Abdullah bin Jibrin. Cetakan Pertama, Syawal 1413 H. Penerbit Maktabah Al-Ummah, Unaizah.

- “Talkhish Kitab Ahkamil Udhhiyyah Wa Adzdzakah”. Syaikhuna Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin –Rahimahullah. Cetakan Pertama 1413 H. Penerbit Darul Muslim.

- Tuhfatul Maudud Bi Ahkamil Maulud karya Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, tahqiq takhrij dan ta’liq Basyir Muhammad Uyun, penerbit Maktabah Al Muayyad Riyadh KSA cetakan keempat, tahun 1414 H / 1994 M

- Syarah Muslim Li An-Nawawi. Dll.

Read more...

Delapan [8] Obat Hati

>> Sabtu, 08 Oktober 2011

Hati manusia terkadang tidak stabil atau sakit seperti halnya badan. Meskipun berbeda antara sifat maupun obatnya. Apa obat yang bisa dipakai untuk mengobati hati yang sakit? Berikut ini kami sebutkan 8 obatnya. Semoga bermanfaat.

Pertama: al-Qur’an al-Karim.
Allah berfirman, artinya, “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS.Yunus: 57). Dia juga berfirman, artinya, “Dan Kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. al-Isra: 82)
Ibnu Qoyyim berkata, “Inti penyakit hati itu adalah syubhat dan nafsu syahwat. Sedangkan al-Qur’an adalah penawar bagi kedua penyakit itu, karena di dalamnya terdapat penjelasan-penjelasan dan argumentasi-argumentasi yang akurat, yang membedakan antara yang haq dengan yang batil, sehingga penyakit syubhat hilang. Penyembuhan al-Qur’an terhadap penyakit nafsu syahwat, karena di dalam al-Qur’an terdapat hikmah, nasihat yang baik, mengajak zuhud di dunia dan lebih mengutamakan kehidupan akhirat.”
Orang yang ingin memperbaiki hatinya hendaknya mengetahui bahwa berobat dengan al-Qur’an itu tidak cukup hanya dengan membaca al-Qur’an saja, tetapi harus memahami, mengambil pelajaran dan mematuhi hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.
Ya Allah, jadikanlah al-Qur’an itu sebagai pelipur lara, penawar hati dan penghilang kegundahan dan kegelisahan kami. Amin.

Kedua: Cinta kepada Allah.
Cinta kepada Allah merupakan terapi yang mujarab bagi hati. Cinta seorang hamba kepada Allah akan menjadikan hatinya tunduk kepada-Nya, merasa tenteram tatkala mengingat-Nya, mengorbankan perasaannya demi sang kekasihnya, yaitu Allah. Hatinya senantiasa mengharap kepada yang dicintainya untuk memecahkan problem yang ia hadapi. Ia pun tak putus asa dari kasih sayang-Nya. Ia yakin bahwa yang dicintainya adalah Dzat yang tepat untuk mengadukan berbagai masalah. Ia yakin akan diberikan solusi yang terbaik untuknya. Kecintaan kepada-Nya menyebabkan dapat menikmati manisnya iman yang bersemayam di dalam hati.

Ketiga: Berdzikir atau mengingat Allah.
Ketidaktenteraman hati merupakan hal yang membahayakan. Allah memberikan salah satu obat yang bisa menjadi sarana terapi keadaan hati yang demikian. “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram” demikianlah arti firman Allah dalam QS. ar-Ra’d : 28. Obat ini menjadikan hati seseorang hidup, terhindar dari kekerasan dan kegelapan. Ibnu Qayyim berkata, “Segala sesuatu itu mempunyai penerang, dan sesungguhnya penerang hati itu adalah dzikrullah (mengingat Allah).
Suatu ketika, seorang berkata kepada Hasan al-Basri, “Wahai Abu Sa’id, aku mengadu kepadamu, hati saya membatu.” Maka beliau menjawab, “Lunakkanlah dengan dzikir, karena tidak ada yang dapat melunakkan kerasnya hati yang sebanding dengan dzikrullah.” maka dari itu Allah di dalam banyak ayat-ayat-Nya menyuruh orang-orang yang beriman agar banyak dan sering berdzikir kepada-Nya. Seperti pada firman-Nya, artinya, “Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya.” (QS. al-Ahzab: 41). Nabi kita Muhammad selalu berdzikir kepada Allah pada setiap saat, sebagaimana dituturkan oleh istri beliau ‘Aisyah.

Keempat: Taubat nasuha dan banyak beristighfar (minta ampun).
Perhatikanlah sabda Rasulullah, “Sesungguhnya hatiku kadang keruh, maka aku beristighfar dalam satu hari sebanyak seratus kali” (HR. Ahmad)
Dalam hadis ini Nabi menjelaskan bahwa beliau menghilangkan kabut atau kekeruhan hati beliau dengan istighfar, padahal dosa-dosa beliau yang telah lalu maupun yang akan datang telah diampuni oleh Allah. Bagaimanakah dengan kita yang banyak dosa dan banyak melakukan kemaksiatan? Tidakkah kita lebih membutuhkan istighfar untuk hati kita yang sakit?! Demi Allah, betapa kita semua, sangat membutuhkan istighfar.

Kelima: Banyak berdoa dan permintaan kepada Allah untuk memperbaiki dan membersihkan hati serta memberinya petunjuk.
Berdoa merupakan pintu utama yang agung untuk memperbaiki hati. Allah berfirman, artinya, “Maka mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan tunduk me- rendahkan diri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras, dan setan pun menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. al-An’am: 43).
Teladan kita yang mulia Muhammad sendiri selalu memohon kepada Allah untuk kesucian hatinya, kokoh berjalan di atas kebenaran dan petunjuk. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi dari Ummu Salamah. Ia meriwayatkan bahwa doa Nabi yang sering beliau panjatkan ialah, “wahai Tuhan Pembolak-balik hati, teguhkanlah hatiku pada agama-Mu” (HR. at-Tirmidzi)

Keenam: Sering mengingat kehidupan akhirat.
Sesungguhnya kelalaian mengingat akhirat itu adalah penghambat segala kebaikan, kebajikan dan merupakan pemicu setiap malapetaka dan kejahatan. Seseorang yang banyak mengingat akhirat, akan menyadarkan dirinya bahwa kehidupan sebenarnya, yang dia hidup selama-lamanya adalah kehidupan akhirat. Dengan demikian, hatinya lurus dalam mengendalikan jasad. Tindak tanduknya mencerminkan amal nyata yang ia tanam di dunia ini dengan harapan ia akan dapat menuai hasilnya yang baik di akhirat kelak.

Ketujuh: Membaca dan mempelajari sejarah kehidupan orang-orang yang shalih.
Ini pun bisa menjadi salah satu obat bagi hati. Banyak pelajaran tentang teguhnya hati dari hempasan badai kehidupan yang menerjang. Siapa saja yang memperhatikan dan mempelajari kehidupan atau sejarah suatu kaum berdasarkan pengetahuan dan penghayatan, maka niscaya hatinya dihidupkan kembali oleh Allah dan disucikan batinnya. Itulah sejarah dan perjalanan hidup Nabi Muhammad. Sejarah kehidupan beliau merupakan terapi untuk mempertebal iman dan memperbaiki hati.

Kedelapan: Bersahabat dengan orang-orang shalih, bertakwa dan berbuat kebaikan.
Seseorang yang bergaul dengan orang yang bertakwa niscaya tidak celaka. Karena mereka tidak akan mengajak selain kepada kebaikan. Selamatlah hati dari terkontaminasi penyakit-penyakit hati. Sebaliknya, jika Anda bersahabat dengan orang-orang yang tidak shalih, tidak bertakwa dan tidak berbuat kebaikan, niscaya Anda akan celaka. Mereka akan mengajak Anda untuk melakukan berbagai kejelekan yang akan menyebabkan hati Anda menjadi kotor. Allah secara tegas berfirman, artinya, “… dan janganlah kamu mengikuti orang-orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”(QS. al-Kahfi : 28)
Maka berupayalah untuk bersahabat dengan orang-orang yang shalih.

Demikian 8 obat untuk menyembuhkan penyakit hati. Berusahalah Anda untuk memahami dengan baik dan mengamalkan dengan tekun, karena sesungguhnya kebahagiaan yang hakiki itu, tidak akan dapat dicapai kecuali dengan keselamatan dan kesucian hati. Dan tidak ada yang sempurna, yang lebih bahagia, yang lebih baik, dan tidak ada pula yang lebih nikmat daripada kehidupan orang-orang yang berhati bersih juga mulia. Wallahu ‘alam bish shawab

Read more...

ADA APA SETELAH RAMADHAN ?

>> Sabtu, 10 September 2011



Ramadhan telah pergi meninggalkan kita..Bulan yang penuh dengan berbagai macam kebaikan..Semoga Allah menerima amal kebaikan kita dan menjadikan kita istiqamah sampai berjumpa denganNya, amien..Entah, kita bisa bertemu lagi dengan Ramadhan tahun depan atau tidak?..Wallahu ‘A’lam.

Namun, walaupun Ramadhan telah pergi akan tetapi amal seorang mukmin tidak terputus begitu saja sehingga datang padanya kematian. Allah Ta’ala berfirman: “Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr: 99).
Apabila puasa Ramadhan telah meninggalkan kita maka ibadah puasa yang lain tetap disyari’atkan sepanjang tahun.

Puasa Enam Hari Bulan Syawal dan Puasa-Puasa Sunnah Lainnya:


Abu Sa’id Al-Khudri –Radhiallahu ‘Anhu meriwayatkan, bahwsanya Rasulullah –Shallalahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Barangsiapa puasa Ramadhan kemudian mengikutinya dengan (puasa) enam hari pada bulan Syawal, maka hal itu laksana puasa setahun.” (HR. Muslim).

Dari Abu Hurairah –Radhiallahu ‘Anhu berkata: “Kekasihku –Shallalahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam mewasiatkan kepadaku dengan tiga perkara: Puasa tiga hari setiap bulan, shalat Dhuha dua raka’at dan supaya aku shalat witir sebelum tidur.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Qatadah –Radhiallahu ‘Anhu berkata, Rasulullah –Shallalahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam pernah ditanya tentang puasa Arafah, lalu beliau –Shallalahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam menjawab: “Menghapus dosa tahun lalu dan tahun mendatang.” (HR. Muslim).

Dari Abu Qatadah –Radhiallahu ‘Anhu , bahwasanya Rasulullah –Shallalahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam ditanya tentang puasa pada hari Asyura’, lalu beliau –Shallalahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam menjawab: “Menghapus dosa tahun lalu.” (HR. Muslim).

Dari Abu Hurairah –Radhiallahu ‘Anhu , dari Rasulullah –Shallalahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Amalan-amalan dihadapkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka apabila dihadapkan amalanku ketika aku sedang puasa.” (HR. At-Tirmidzi dengan sanad shahih). Dll.

Qiyamul Lail Sepanjang Tahun dan Shalat-Shalat Sunnah Lainnya:



Apabila Qiyam Ramadhan (Tarawih) telah meninggalkan kita maka ibadah Qiyamullail (shalat malam) tetap disyari’atkan setiap malam.

Dari ‘Aisyah –radhiallahu anha berkata: Bahwasanya Rasulullah –Shallalahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam shalat malam sampai bengkak kakinya. Lalu akupun bertanya kepada beliau: Mengapa engkau lakukan ini -wahai Rasulullah- padahal telah diampuni dosamu yang lalu dan yang akan datang ? Beliau menjawab: “Apakah tidak sepatutnya aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur!” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dari Abu Hurairah –Radhiallahu ‘Anhu , bahwasanya Rasulullah –Shallalahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Shalat yang paling afdhal setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR. Muslim).

Dari Abu Hurairah –Radhiallahu ‘Anhu, bahwasanya Rasulullah –Shallalahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Rabb kita –tabaraka wa ta’ala- turun setiap malam ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Dia (Allah) berfirman: “Siapa yang berdoa kepadaKu, Aku kabulkan doanya? Siapa yang meminta kepadaKu, Aku beri permintaannya? Siapa yang memohon ampunan kepadaKu, pasti Aku ampuni dia?” (HR. Bukhari dan Muslim).

Masih banyak amal-amal kebaikan lainnya yang bisa kita kerjakan sepanjang tahun.. Allah yang kita sembah pada bulan Ramadhan adalah juga Allah yang kita sembah pada bulan Syawal dan bulan-bulan lainnya..Hendaklah kita kembali bersemangat untuk mengerjakan ketaatan-ketaatan dan menjauhi dosa-dosa dan keburukan-keburukan agar kita mendapatkan kebahagiaan dan kesuksesan di dunia dan di akhirat..Semoga Allah menerima semua amal ibadah kita dan menjadikan kita semua istiqamah sampai berjumpa denganNya, amien…

Read more...

PERKARA-PERKARA YANG MERUSAK / MEMBATALKAN PUASA

>> Kamis, 18 Agustus 2011

Banyak perbuatan yang harus dijauhi oleh orang yang puasa, karena kalau perbuatan ini dilakukan pada siang hari bulan Ramadhan akan merusak puasanya dan akan berlipat dosanya. Perkara-perkara tersebut adalah:

1. Makan dan Minum Dengan Sengaja
Allah Ta’ala berfirman: “…dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187).
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Jika (orang berpuasa) lupa, lalu makan dan minum, hendaklah menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah meletakkan (tidak menghukum) umatku karena salah atau lupa dan karena dipaksa.” (HR. Ath-Thahawi, Al-Hakim dll dengan sanad sahih).

2. Muntah Dengan Sengaja
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang terpaksa muntah (tidak sengaja), maka tidak wajib baginya untuk meng-qadha puasanya, dan barangsiapa muntah dengan sengaja, maka wajib baginya meng-qadha puasanya.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Abu Dawud dengan sanad sahih)

3. Haidh dan Nifas
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda tentang wanita: “Bukankah jika haidh dia tidak shalat dan tidak puasa?” Kami katakan: “Ya.” Beliau bersabda: “Itulah (bukti) kurang agamanya.” (HR. Muslim)
Perintah meng-qadha puasa terdapat dalam riwayat Mu’adzah, dia berkata: “Aku pernah bertanya kepada ‘Aisyah -radhiallahu anha: “Mengapa orang haidh meng-qadha puasa tetapi tidak meng-qadha sholat?”
‘Aisyah –radhiallahu anha balik bertanya: “Apakah engkau wanita Haruriy?” Aku menjawab: “Aku bukan wanita Haruriy, tetapi hanya (sekedar) bertanya.”
‘Aisyah –radhiallahu anha berkata: “Kami juga haidh pada masa Nabi –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam, tetapi kami hanya diperintahkan (oleh Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam) untuk meng-qadha puasa dan tidak diperintahkan untuk meng-qadha shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Al-Haruriy nisbat kepada Harura’ (yaitu) negeri yang jaraknya 2 mil dari Kufah, orang yang beraqidah Khawarij . Disebut Haruriy karena kelompok pertama dari mereka yang memberontak kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib –Radhiallahu ‘Anhu ada di negeri tersebut.


4. Suntikan Yang Menggantikan Makanan (Infus) dan Semua yang Semakna dengan Makan dan Minum
Suntikan atau infus yang menggatikan makanan adalah membatalkan puasa, walaupun bukan merupakan makan dan minum yang sebenarnya akan tetapi maknanya sama dengan makan dan minum. Adapun suntikan biasa yang tidak menggantikan makan dan minum tidaklah membatalkan puasa, karena bukan merupakan makan dan minum dan tidak pula sama dengan makan dan minum.
(“Haqiqatush Shiyam” hlm 55, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan “Majalis Syahr Ramadhan” hlm 102-103, karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin).

5. Jima’
Barangsiapa yang merusak puasanya dengan jima’ harus meng-qadha dan membayar kafarat, dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah –Radhiallahu ‘Anhu , dari Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam:
“Datang seseorang kepada Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam lalu berkata: “Ya Rasulullah, binasalah aku!”
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bertanya: “Apakah yang membuatmu binasa?”
Orang itu menjawab: “Aku meggauli istriku di (siang hari) bulan Ramadhan.”
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?”
Orang itu menjawab: “Tidak.”
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Apakah kamu mampu puasa selama dua bulan berturut-turut ?”
Orang itu menjawab: “Tidak.”
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Apakah kamu mampu memberi makan enam puluh orang miskin?”
Orang itu menjawab: “Tidak.”
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Duduklah.” Diapun duduk.
Lalu ada yang mendatangkan satu wadah kurma kepada Nabi –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam. Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda, “Bersedekahlah dengannya.”
Orang itu berkata “Tidak ada di antara dua kampung ini keluarga yang lebih miskin dari kami.”
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam pun tertawa hingga terlihat gigi serinya, lalu beliau –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda, “Ambilah, berikanlah sebagai makanan keluargamu.”
(HR. Bukhari, Muslim dll. Dalam sebagian riwayat ada tambahan: “Hendaklah kamu mengqadha satu hari sebagai gantinya.” Disahihkan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam “Fathul Bari”)

6. Mengeluarkan Air Mani dengan Sengaja
Mengeluarkan air mani dengan sengaja adalah membatalkan puasa karena termasuk melampiaskan syahwat yang wajib dijauhi oleh orang yang sedang berpuasa sebagaimana dalam hadis Qudsi Allah Ta’ala berfirman: “…dia meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena Aku.” (HR. Bukhari).
Adapun keluarnya air mani yang tidak disengaja seperti, karena bermimpi atau berkhayal tanpa disertai perbuatan, maka tidaklah membatalkan puasa karena ini adalah sesuatu yang diluar kemampuannya dan dimaafkan oleh Allah.
Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah membiarkan (memaafkan) dari umatku apa yang masih terpendam dalam diri mereka selama belum dikerjakan atau diucapkan.” (HR. Bukhari dan Muslim. “Majalis Syahr Ramadhan” karya Syaikh Utsaimin, hlm 101)

7. Berbekam / Cantuk / Hijamah, Pengobatan Cara Nabi dengan Mengeluarkan Darah Kotor
Rasulullah–Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Telah berbuka (batal puasanya) orang yang membekam dan yang dibekam” (HR. Imam Ahmad dan Abu DAwud).
Imam Bukhari berkata: “Tidak ada dalam bab ini (hadis) yang lebih shahih darinya.” Ini adalah madzhab kebanyakan Fuqaha Al-Hadits (pakar fikih ahli hadis).”
(“Majalis Syahr Ramadhan” hlm 103. Karya Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin).

Termasuk dalam hukum berbekam pula adalah mendonorkan darah bagi orang yang sedang puasa, karena menguarkan darah yang banyak berpengaruh terhadap orang yang berpuasa sehingga menyebabkannya lemah kecuali apabila terpaksa (darurat) maka boleh seseorang mendonorkan darahnya dan dia berbuka pada hari itu dan menggantinya (qadha) pada hari lain.
Adapun mengeluarkan darah karena mimisan, batuk, bawasir (ambeien), cabut gigi, luka-luka, cek up dan semisalnya adalah tidak membatalkan puasa karena tidak sama dengan berbekam dan tidak berpengaruh terhadap orang berpuasa seperti berbekam.

Read more...

Aku Bukan Siapa-Siapa.. [Tafakkur dan Merenung Sejenak]

>> Sabtu, 02 Juli 2011

Di tengah hamparan lautan yang luas dan dalam aku merenung..
Kiri, kanan, depan dan belakang semuanya lautan..
Melihat ke atas yang tampak hanya langit yang tak terjangkau besarnya beserta awan, matahari pada waktu siang, bulan dan bintang-bintang pada waktu malam..
Melihat ke bawah yang tampak hanyalah lautan yang kedalamannya mencapai seribu seratus meter, satu kilo meter lebih?!..

Subhaanallooh…

Apalah artinya aku?..
Alam semesta yang demikian besar dan dahsyat menjadikan aku merasa benar-benar tidak ada apa-apanya dan bukan siapa-siapa..
Ketika aku dilahirkan oleh Ibuku, aku tidak memiliki apa-apa..
Ketika mati nanti, aku juga tidak akan membawa apa-apa selain amal perbuatanku..
Sungguh dunia ini benar-benar permainan dan sendagurau saja, sandiwara saja, dan tidak lebih dari itu..
Betapa banyak kita lalai, lupa dan menyombongkan ilmu, harta atau apa saja yang kita miliki..
Kematian menjadikan kita baru tersadar dan menyesal karena sandiwara telah berakhir, akan tetapi sadar dan penyesalan yang sudah tidak ada gunanya lagi..
Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tiada guna..

Kematian adalah awal kehidupan yang sebenarnya dan tidak ada sandiwara lagi setelah itu..


Bukankah kita terlahir ke dunia ini tak ubahnya bagaikan batu kerikil ditelan lautan?
Atau bagaikan terlempar ke ruang semesta yang luasnya tak terjangkau nalar?
Jangankan diri kita, sedangkan planet bumi saja bagaikan sebuah kerikil kecil di tengah taburan planet yang tak terhitung jumlahnya.

Lalu apa yang kita miliki?
Apa yang kita banggakan?
Mengapa kita sombong tidak mau taat dan tuunduk kepadaNya?
Kenapa kita selalu menentang dan menyelisihiNya dengan akal dan nasfu kita?

Oh.. Allooh.. Ilaahi.. Robbi.. Duhai Tuhanku..

Daku hanyalah seorang hamba yang miskin papa di hadapan kebesaranMu, dosa-dosaku teramat sangat banyak, amal ketaatanku teramat sangat sedikit, hatiku selalu berbolak-balik, perjalananku cukup jauh, bekalku belum mencukupi, ajalku telah semakin dekat, harapanku Engkau Yang Maha Pengasih [Ar-Rohmaan], Maha Penyayang [Ar-Rohiim], Maha Pemaaf [Al-'Awuff], Maha Pengampun [Al-Ghoffaar, Al-Ghofuur], Maha Menerima Taubat [At-Tawwaab], Maha Lembut [Al-Lathiif], Maha Mencintai [Al-Waduud], Maha Dermawan [Al-Kariim, Al-Jawaad], Maha Baik [Al-Barr], Maha Kasih Sayang [Ar-Ro'uuf] berkenan mengasihi, menyayangi, memaafkan, mengampuni, menerima taubat, memperlakukan dengan kelembutan, mencintai, memberikan kebaikan dan kasih sayang kepada hambaMu yang amat sangat lemah ini ..
”Katakanlah: "Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. 39 Az-Zumar [Rombongan-Rombongan] Ayat 53).

Duhai Ilaahi Robbi..

Bimbinglah selalu hamba agar lurus di jalanMu dan istiqomah dengan sunnah NabiMu. Tanpa bimbinganMu hamba tidak berarti apa-apa dan pasti sia-sia. Jangan tinggalkan hamba walau hanya sekejap mata atau kurang dari itu..

Duhai Allooh Pengobat Jiwa dan Hatiku..

Hamba ingin dan berharap kelak ketika nyawa hamba di cabut oleh Malaikat Maut Alaihis Salam, dikatakan kepada hamba seperti dalam ayat ini… “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hambaKu, masuklah ke dalam syurgaKu.” (QS 89 Al-Fajr [Waktu Fajar] Ayat 27-30).

Duhai Allooh Tuhanku..

Jadikanlah sisa-sisa usia hamba ini hanya untuk mengabdi kepadaMu, berjuang dan berkorban di jalanMu, memberikan dan menerbarkan manfaat kapanpun, dimanapun dan kepada siapapun. Ijinkan hamba menyebarkan agamaMu kepada semua makhluk di alam semesta ini agar semuanya mengenal dan mengagungkanMu dengan sebenar-benarnya.. Jangan sia-siakan keinginan dan harapan hambaMu..

Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi dan RasulMu Muhammad, kekasih hatiku dan panutanku, kepada keluarga, para sahabat dan pengikut setia Beliau sampai akhir zaman.
Segala puji hanya teruntuk bagiMu wahai Robb Pencipta, Pemilik, Penguasa dan Pengatur alam semesta…


Hamba Alloh Yang Faqir

Ainii Firdaus

Read more...

Mengapa Terjadi Kesalahpahaman?… [Renungan Untuk Kita Semua]…

>> Jumat, 20 Mei 2011

Mengapa Terjadi Kesalahpahaman?

Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang setia.
Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang hak kecuali Allah yang Maha Esa tiada sekutu bagiNya dan aku bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan RasulNya –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam. Amma ba’du;

Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam telah memberitahukan kepada kita bahwa sepeninggal Beliau akan terjadi perbedaan dan bahkan perpecahan yang sangat banyak…
Apalagi zaman sekarang, lebih banyak lagi fitnah yang timbul…Bahkan sesama teman…Sesama sahabat…Sesama penuntut ilmu syar’i…Sesama da’i…Sesama ulama’…Sesama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah…


Latar belakang perbedaan dan perpecahan serta fitnah itu macam-macam…Bisa jadi karena pemahaman tentang Islam yang sepotong-sepotong dan tidak seutuhnya…Karena kejahilan…Karena kurang ilmu…Karena hawa nafsu…Karena faktor duniawi…Karena beda pendapatan (beda pendapatan, lain dengan beda pendapat)…Karena hasad, iri dan dengki…Karena niat jelek…Karena hati telah rusak…Karena fanatik kepada seseorang…Karena merasa benar sendiri…Karena dada yang sempit…Karena jiwa yang kerdil…Karena faktor kejiwaan…Karena pengalaman masa lalu…Karena masa kecil kurang bahagia…Karena rumah tangga tidak harmonis…Karena pengaruh lingkungan…Karena pengaruh literatur yang dibaca…Karena kekanak-kanakan dan tidak dewasa…Karena emosional…Karena kurang komunikasi…Karena enggan berdiskusi…Karena akhlak dan moral yang buruk…Karena beda daya paham…Karena tekanan…Karena faktor politis…Karena kepentingan…Karena kurang pergaulan…Karena kurang pengalaman…Karena kurang informasi…Karena telat mikir…Karena pandangan pendek…Karena tidak tahu dan tidak mau tahu realita…Karena saingan…Karena tidak mengenal ALLAH dengan sebenarnya…Karena tidak tahu sejarah… Karena untuk menutupi kekurangan diri sendiri…Karena lupa kejelekan diri sendiri sehingga sibuk dengan orang lain…Karena kurang kerjaan…Karena kesulitan hidup…Karena hidup dari konflik dan tidak bisa hidup tanpa ada konflik…Karena diuntungkan oleh konflik…Karena bisnis konflik…Karena pesanan…Karena pengaruh kekuasaan dan penguasa…Karena pengaruh ulama suu’ (ulama jahat)…Karena merasa memiliki kunci surga…Karena…Karena…Karena….Dan lain-lain….Masih banyak faktor-faktor lainnya….

Berhati-hatilah dengan kata-kata yang haq tapi bertujuan batil…Berhati-hatilah dengan mempermainkan Al-Qur’an dan As-Sunnah…Kenalilah ALLAH dengan sebenarnya…Kenalilah ISLAM dengan seutuhnya…Kenalilah NABI MUHAMMAD –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam dengan sempurna…Berapa banyak orang yang selalu membawa-bawa Al-Qur’an dan As-Sunnah akan tetapi kehidupan mereka, akhlak mereka dan muamalah mereka jauh dari Al-Qur’an dan As-Sunnah…

Dalam menyikapi seseorang –siapapun orang tersebut- hendaklah kita menimbangnya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah…Jangan terbalik, menimbang Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan ucapan manusia…Jangan mau dibodohi, apalagi seandainya Anda adalah seorang terpelajar…

Imam Malik –Rahimahullah mengatakan: “Semua manusia bisa diambil pendapatnya dan bisa pula ditolak kecuali Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam”

Saudara-saudaraku yang saya cintai karena Allah, mari kita sibukkan diri kita dengan hal-hal yang bermanfaat, membaca Al-Qur’an, Al-Hadits, mempelajari, menghafalkan dan mengamalkan…Kita tiru kehidupan beragama para Sahabat Nabi –Radhiallahu ‘Anhum…Bangun pada malam hari, shalat, berdoa dan bermunajat kepadaNya…Memohon petunjukNya…Menjadi manusia yang bermanfaat untuk orang lain…Janganlah kita sibukkan diri kita dengan hal-hal yang tidak bermanfaat yang akan menjadikan penyesalan kita dalam kehidupan dunia dan akhirat…SELAMAT BERKARYA!

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang setia dan segala puji hanya bagi Allah.

Semoga Bermanfaat dan Mencerahkan.

Read more...

Ramadhan...Bulan Pendidikan Ruhaniah

>> Jumat, 13 Mei 2011

Ramadhan mengantarkan kita lebih dekat kepada Allah. Dengan puasa kita menjadi orang yang paling dicintai Allah. Puasa melatih kita meninggalkan sikap egois kita dan bukan memperkuatnya. Puasa dengan penuh keimanan dan pengharapan, dapat memenuhi kebutuhan spiritual kita.

Sebuah penelitian di Barat menyebutkan bahwa orang yang berpuasa akan lebih tajam pikirannya sehingga mampu menangkap pesan-pesan moral wahyu Ilahi. Orang dewasa adalah orang yang selalu berusaha memenuhi kebutuhan-kebutuhan ruhaniahnya, bukan kebutuhan-kebutuhan jasmaniahnya. Itulah orang yang sudah sangat dewasa.

Read more...

Ramadhan...Membuka Lembaran Baru Yang Putih Bersinar...

Ramadhan adalah kesempatan untuk memperbaiki diri dan membuka lembaran baru dalam kehidupan ini...Lembaran yang putih, bersih, jernih, bening, bersinar dan bercahaya...

Bersama Allah...Dengan Taubatan Nasuha dan memperbanyak amal saleh yang ikhlas serta kaaffah (total) dalam berIslam...
Bersama Rasulullah -Shallallaahu 'Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Sallam...Dengan semakin berpegang teguh kepada Sunnah Beliau...

Bersama Kedua Orang Tua, Suami, Isteri, Anak-Anak, Karib Kerabat dan Sanak Famili...Dengan menyambung tali silaturrahmi dan berbuat baik kepada mereka...
Bersama Sesama...Dengan menjadikan hidup semakin bermanfaat...

Rasulullah -Shallallaahu 'Alaihi Wa 'Ala Alihi Wa Sallam bersabda: "Manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain." (Hadis Sahih).

Read more...

Puasa Mempersempit Ruang Gerak Syetan

Lapar dan haus akan mempersempit aliran darah sehingga menjadi sempit pula ruang gerak syetan di tubuh kita karena syetan mengalir di tubuh kita seperti atau bersama aliran darah sebagaimana hal ini telah disabdakan oleh Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam dalam hadis sahih Bukhari dan Muslim.


Oleh karena ini pula Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda: “Wahai sekalian pemuda! Siapa yang telah mampu untuk menikah diantara kalian maka hendaklah menikah, karena (pernikahan itu) lebih menjaga pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan. Barang siapa yang belum mampu maka hendaklah berpuasa (shaum), karena hal itu bisa mengurangi syahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis tersebut Rasulullah –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam menjadikan berpuasa sebagai sarana untuk mengurangi dan menghancurkan nafsu syahwat.
Inilah rahasia mengapa orang yang berpuasa mudah melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.

Read more...

MENYAMBUT DAN MEMPERSIAPKAN HARI JUM’AT

>> Rabu, 27 April 2011

Allah Ta'aala Berfirman:
"Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
(Surat 62 Al-Jumu'ah / Hari Jum'at Ayat 9)

Keistimewaan dan Adab Hari Jum’at:

- Hari Jum’at adalah hari paling afdhal dan merupakan hari raya kaum muslimin.
- Allah mengabadikan hari Jum'at dengan memberikan nama pada salah satu surat dalam Al-Qur'an dengan nama surat Al-Jumu'ah.
- Pada shalat Subuh hari Jum’at disunnahkan membaca surat As-Sajdah pada raka’at pertama setelah Al-Fatihah dan surat Al-Insaan pada raka’at kedua setelah Al-Fatihah.
- Nabi Adam –Alaihis Salam diciptakan, dimasukkan dan dikeluarkan dari surga serta diwafatkan pada hari Jum’at.
- Kiamat terjadi pada hari Jum’at.
- Pada hari Jum’at terdapat saat yang mustajab, yaitu doa yang dipanjatkan bertepatan dengan saat itu pasti dikabulkan oleh Allah Ta'aala.
- Memperbanyak shalawat kepada Nabi Muhammad –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam pada hari Jum’at dan malam Jum'at.
- Mandi untuk shalat Jum’at.
- Membersihkan diri dengan memotong kumis, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan memotong kuku pada hari Jum’at.
- Memakai pakaian terbaik dan parfum untuk shalat Jum’at.
- Dilarang melewati atau melangkahi pundak orang lain dalam masjid karena hal itu termasuk gangguan.
- Segera pergi ke masjid untuk shalat Jum’at dan tidak mengakhirkannya karena Malaikat berada di pintu-pintu masjid untuk mencatat orang-orang yang datang terlebih dahulu hingga khatib naik mimbar.
- Memperbanyak shalat sunnah sambil menunggu khatib naik mimbar.
- Diam dan mendengarkan khotbah.
- Membaca surat Al-Kahfi.
- Allah mengunci mati hati orang-orang yang meninggalkan shalat Jum'at tanpa udzur syar'i dan menjadikan mereka termasuk orang-orang yang lalai.


Tata Cara Khotbah Jum’at:

Khutbah Jum’at ada dua kali dipisahkan dengan duduk diantara keduanya.

Hendaklah Khotbah Jum’at Meliputi Beberapa Perkara Sebagai Berikut:

- Pujian-pujian kepada Allah dan membaca dua kalimat syahadat.
- Shalawat kepada Rasulullah Muhammad –Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam.
- Wasiat untuk bertakwa.
- Membaca ayat Al-Qur’an.
- Memberikan nasehat.
- Berdoa untuk kaum muslimin.

Pesan-Pesan Untuk Khatib:

- Niat yang ikhlas.
- Mengenal situasi dan kondisi mad'u (audiens).
- Persiapan yang matang.
- Khotbah tersusun rapi, teratur dan fokus.
- Khotbah tidak terlalu panjang yang membosankan.
- Penampilan yang baik.
- Bahasa tubuh dan ekspresi.
- Pengaturan suara.
- Berbicara dari hati

Semoga Bermanfaat.


Read more...

KIAT-KIAT AGAR TERHINDAR DARI MAKSIAT

>> Selasa, 29 Maret 2011

Mungkin kita tidak akan pernah menemukan satu pun di antara makhluk ciptaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang dinamakan ‘manusia’ termasuk kita luput dari melakukan maksiat. Tidak sedikit di antara mereka yang hidupnya penuh dengan maksiat, bahkan ada yang melakukannya setiap saat bak sebuah nikmat (wal ‘iyadzu billah).
Kendati demikian, bukan berarti kita lantas bebas dan semaunya berbuat maksiat, seharusnya kita takut terhadap siksa Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang pedihnya teramat sangat lagi maha dahsyat. Sudah sepatutnya kita sebagai hamba Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang terus-menerus diberikan nikmat untuk selalu berusaha ta’at dan berupaya semaksimal mungkin mencari kiat-kiat agar terhindar dari segala maksiat yang merupakan tipu muslihat para setan yang terlaknat. Di antara kiat-kiat agar kita terhindar dari maksiat adalah sebagai berikut:

Kiat Pertama: Hendaklah seorang hamba mengetahui bahwa maksiat itu adalah perbuatan tercela, buruk dan hina.

Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengharamkan dan melarang untuk melakukannya semata-mata untuk menjaga dan melindungi manusia dari kehinaan tersebut, sebagaimana halnya seorang ayah yang penyayang dan penuh perhatian menjaga anaknya dari sesuatu yang membahayakannya. Dan faktor/ kiat ini tentu membawa seorang yang berakal untuk meninggalkan kemaksiatan yang diharamkan Allah Azza Wa Jalla, meskipun tidak disertai dengan ancaman akan siksa Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Kiat kedua: Memiliki rasa malu terhadap Allah Azza Wa Jalla.

Sesungguhnya seorang hamba ketika mengetahui bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa melihatnya dan mengetahui kedudukanNYa atas dirinya, dan bahwasanya dirinya selalu diawasi dan (ucapannya selalu) didengar olehNya, maka tentu dia akan merasa malu kepadaNya untuk memperlihatkan atau melakukan perbuatan yang mengundang kemurkaanNya.

Kiat ketiga: Memelihara nikmat-nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan semua kebaikan yang diberikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepadamu.

Sesungguhnya tidak diragukan lagi bahwa dosa-dosa merupakan sebab yang dapat menghilangkan nikmat-nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka tidaklah seorang hamba melakukan perbuatan dosa melainkan hilang nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala darinya sebanyak atau sebesar dosa yang dikerjakan. Dan jika dia bertaubat dan kembali kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka kembalilah nikmat tersebut atau yang semisalnya kepadanya. Dan jika dia mengulangi kembali atau terus-menerus melakukan dosa, maka nikmat pun tidak kembali kepadanya. Maka dosa-dosa itu pun senantiasa menghilangkan nikmat demi nikmat sampai semuanya lenyap dan tak tersisa. Sebagaimana yang difirmankan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, artinya, “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. ar-Ra’d: 11).

Dan nikmat yang paling agung adalah nikmat iman, sedang dosa berzina, mencuri, minum khamer, dan mengambil hak/ harta orang lain dapat menghilangkan dan melenyapkannya. Sebagian salaf berkata, “Aku pernah melakukan dosa, dan aku pun diharamkan (terhalang) untuk melakukan shalat sunnah di waktu malam.” Dan yang lainnya berkata, “Aku pernah melakukan dosa, maka aku pun diharamkan (sulit) untuk memahami al-Qur`an.” Dan perkataan yang senada dengan ini, “Jika engkau mendapatkan kenikmatan, maka peliharalah ia, karena sesungguhnya kemaksiatan menghilangkan kenikmatan.”

Kesimpulannya sesungguhnya kemaksiatan adalah api yang membakar kenikmatan seperti api yang memakan kayu. Na’udzu billah dari kehilangan nikmat dan ampunanNya.

Kiat keempat: Takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan adzabNya.

Sesungguhnya hal ini hanyalah bagi orang yang beriman terhadap janji dan ancaman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan beriman denganNya, kitabNya, dan RasulNya. Dan kiat/ faktor ini menjadi kuat dengan ilmu dan keyakinan dan menjadi lemah dengan lemahnya keduanya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya, “Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. al-Faathir: 28).
Dan sebagian salaf berkata, “Cukuplah dengan ilmu, membuat (seseorang) takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dan cukuplah dengan kebodohan, membuat (seseorang) lalai mengingat Allah Subhanahu Wa Ta’ala.”

Kiat kelima: Mencintai Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Dan inilah adalah kiat/ faktor yang paling kuat untuk melatih sabar untuk tidak menentang dan mendurhakaiNya. Karena sesungguhnya orang yang mencintai pasti patuh dan taat kepada siapa yang dicintainya.

Kiat keenam: Menjaga kehormatan diri, kesuciannya, keutamaannya, semangatnya, dan wibawanya, dari melakukan kemaksiatan.

Kiat ketujuh: Mengetahui dengan benar akan dampak buruk kemaksiatan, dan bahaya yang ditimbulkan olehnya.

Seperti: berupa wajah yang hitam, membuat hati menjadi gelap, sempit, gelisah, sedih dan sakit, menyesakkan dada, merusaknya, dan lemahnya hati untuk melawan musuhnya. Karena sesungguhnya dosa mematikan hati. Dan seorang hamba, apabila berbuat dosa, maka diletakkan titik hitam di dalam hatinya, jika dia bertaubat darinya, maka bersinarlah hatinya. Dan apabila berbuat dosa yang lain, diletakkan kembali titik/ noda hitam lainnya, dan terus menerus (titik hitam itu menodai hatinya, pen.) sampai hatinya menjadi sombong, maka itulah hati yang telah tertutup. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, artinya, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (QS. al-Muthaffifin: 14).

Kesimpulannya adalah bahwa dampak-dampak buruk maksiat lebih banyak dari apa yang diketahui oleh seorang hamba, dan dampak-dampak baik ketaatan lebih banyak dari apa yang diketahui olehnya. Maka kebaikan dunia dan akhirat adalah dengan bersungguh-sungguh dalam mentaati Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sedangkan keburukan dunia dan akhirat adalah dengan bersungguh-sungguh dalam bermaksiat kepadaNya. Dalam hadits qudsi, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman, “Siapakah orang yang mentaatiku, lalu dia menjadi sengsara dengan mentaatiku? Dan siapakah orang yang mendurhakaiku, lalu dia menjadi bahagia dengan mendurhakaiku?”

Kiat kedelapan: Pendek angan-angan dan mengetahui betapa cepatnya perpindahannya.

Dan sesungguhnya dia bagaikan seorang musafir yang masuk ke dalam suatu kampung sedangkan dia bertekad bulat untuk keluar darinya, atau bagaikan seorang penunggang yang berteduh di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkannya, karena dia mengetahui bahwa singgahnya hanya sesaat sedangkan kepergiannya begitu cepat, sehingga mendorongnya untuk meninggalkan sesuatu yang memberatkan bebannya, membahayakan dan tidak bermanfaat baginya. Serta dia pun berkeinginan untuk pindah ke tempat yang lebih baik baginya. Maka tidak ada yang lebih bermanfaat bagi seorang hamba dari pendeknya angan-angan dan tidak ada yang lebih mudharat baginya dari “At-Taswif” (menunda-nunda/ucapan, ‘saya akan begini …..saya akan begitu.…’) dan panjang angan-angan.

Kiat kesembilan: Menjauhi (sikap) berlebihan dalam makan, minum, berpakaian, tidur dan berinteraksi dengan manusia.

Sesungguhnya kekuatan yang mendorong untuk berbuat maksiat adalah tumbuh dari hal-hal yang berlebihan tersebut. Sesungguhnya ia menuntut adanya perubahan, mempersempit yang halal dan membawanya kepada yang haram. Dan sesuatu yang paling berbahaya bagi seorang hamba adalah di waktu dia menganggur dan waktu kosongnya. Sesungguhnya jiwa, janganlah berada dalam keadaan kosong, bahkan jika ia tidak disibukkan dengan sesuatu yang bermanfaat baginya, maka ia pasti akan disibukkan dengan sesuatu yang membahayakannya.

Kiat kesepuluh: Inti dari kiat-kiat ini semua adalah tertancapnya pohon iman di dalam hati.

Kesabaran seorang hamba untuk tidak melakukan maksiat sesungguhnya terletak pada besarnya kadar kekuatan imannya. Setiap kali imannya bertambah kuat, maka semakin sempurnalah kesabarannya. Sedangkan jika imannya lemah, maka lemahlah kesabaran tersebut. Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala menentukan siapa yang dikehendakiNya (untuk diberi) rahmatNya; dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala mempunyai karunia yang besar. (Abu Nabiel/alsofwah)

Sumber: Diterjemahkan dari kitab, “An-Nuqath al-’Asyru adz-Dzahabiyah”, karya: Syaikh Abdur Rahman bin Ali ad-Dausary.

Read more...

SEPULUH KIAT MENGGAPAI CINTA ALLAH

>> Rabu, 23 Maret 2011

Membaca Al Qur'an.. [Kiat Menggapai Cinta Allah 1/10]..

Membaca Al-Qur’an dengan benar, tadabbur [panghayatan] dan memahami serta mengamalkannya dengan baik.

Mengerjakan Amalan Sunnah.. [Kiat Menggapai Cinta Allah 2/10]..

Mendekatkan diri kepada Allah dengan mengerjakan amalan-amalan sunnah setelah menyempurnakan amalan-amalan wajib.
Banyak Berdzikir Kepada Allah..

[Kiat Menggapai Cinta Allah 3/10]..

Selalu dzikirullah [mengingat dan menyebut nama Allah] dalam segala situasi dan kondisi dengan hati, lisan dan perbuatan.

Memenangkan Yang Dicintai Allah.. [Kiat Menggapai Cinta Allah 4/10]..

Mengutamakan kehendak dan apa yang dicintai Allah di saat berbenturan dengan kehendak dan apa yang disukai hawa nafsu.


Memahami Nama-Nama Dan Sifat-Sifat Allah.. [Kiat Menggapai Cinta Allah 5/10]..

Menanamkan dalam hati nama-nama dan sifat-sifat Allah dengan memahami maknanya.
Siapa saja yang mengenal Allah melalui nama-nama dan sifat-sifatNya pasti mencintaiNya.

Merenungkan Nikmat Allah.. [Kiat Menggapai Cinta Allah 6/10]..

Memperhatikan, merenungkan dan selalu menghitung-hitung karunia, kebaikan dan nikmat Allah kepada kita yang tampak dan yang tidak tampak, lahir dan batin.

Menundukkan Hati Secara Total.. [Kiat Menggapai Cinta Allah 7/10]..

Menundukkan hati dan menghinakan diri secara total di hadapan Allah.
Allah bersama orang-orang yang hati dan dirinya hanya tertuju kepadaNya.

Shalat Tahajjud.. [Kiat Menggapai Cinta Allah 8/10]..

Menyendiri untuk beribadah kepada Allah di waktu malam saat orang lelap tidur, bermunajat dan membaca kitab suciNya kemudian ditutup dengan memperbanyak istighfar.

Bergaul Dengan Orang Sholeh.. [Kiat Menggapai Cinta Allah 9/10]..

Bergaul dan berkumpul bersama orang-orang sholeh yang mencintai Allah dengan sejujurnya, mengambil hikmah dan ilmu dari mereka seperti memetik buah-buahan yang baik.

Menjauhi Segala Penghalang.. [Kiat Menggapai Cinta Allah 10/10]..

Menjauhi semua sebab yang dapat menjauhkan dan menghalangi hati dari Allah.

Selamat Menikmati Cinta Allah!

Read more...

Waspada Virus Valentine !!!

>> Minggu, 06 Februari 2011



Valentine’s Day adalah perayaan resmi Nasrani dan ummat Islam dilarang ikut-ikutan merayakan, ini adalah wilayah aqidah yang kita harus tegas dan tidak mencampuradukkan antara hak dan batil.

Dalam The Catholic Encyclopedia, Vol. XV sub judul; Santo Valentino, diurai tentang sejarah Valentino. Sumber ini setidaknya menampilkan kisah Valentino dalam 3 versi. Inti dari semuanya adalah bahwasanya hari Valentine adalah untuk mengenang Pendeta St. Valentine yang hidup di akhir abad ke 3 M di zaman Raja Romawi Claudius II. Pada tanggal 14 Februari 269 / 270 M Claudius II menghukum mati St.Valentine yang telah menentang beberapa perintahnya.

Dalam The Encyclopedia Britania, Vol XII, sub judul: Chistianity, dijelaskan bahwa untuk lebih mendekatkan ke dalam agama Kristen, pada 496 M Paus Glasisus I menjadikan kisah ini menjadi perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati Pendeta St. Valentine yang dieksekusi pada tangal 14 Februari (The World Encylopedia 1998).

Semangat Valentine adalah Semangat Berzina dan Pelecehan Kaum Perempuan

Ritus hari Valentine’s yang mengusung panji percintaan dan kasih sayang, diperingati dengan berbagai cara. Ada yang mengekspresikannya dalam bentuk memakai pakaian dan apa saja yang berwarna pink. Pengiriman kartu yang kadang-kadang disertai dengan hadiah yang sarat dengan simbol LOVE. Namun ada yang merayakan dengan menggelar pesta makan, minum yang diiringi musik dansa yang dinyanyikan secara berpasangan. Bahkan diakhiri hubungan seks alias berzina.

Jadi, hari Valentine lebih tepat disebut dengan HARI PELECEHAN KEHORMATAN.

Hukum Merayakan Valentine

Allah Ta’aala berfirman:
Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun: 1-6).

Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wasallam bersabda,
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum berarti ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Daud dll).

Para Ulama Rahimahumullah mengatakan bahwa ikut-ikutan dalam merayakan Valentine atau perayaan-perayaan non muslim lainnya hukumnya adalah haram, bahkan lebih haram dan lebih besar dosanya daripada meminum khamer atau narkoba, berzina, berjudi dan dosa-dosa besar lainnya, karena dosa ikut serta dalam perayaan non muslim mengandung unsur syirik dan kufur, yaitu ikut merestui kekufuran dan kesyirikan.

Hari Kasih Sayang Dalam Islam

Islam adalah agama kasih sayang, yaitu kasih sayang yang benar dan bukan pelecehan kehormatan. Dalam Al-Qur’an banyak disebutkan sifat Allah Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wasallam adalah manusia yang penuh dengan kasih sayang dan mengajarkan kasih sayang.

Beliau bersabda: “Orang-orang yang penyayang pasti disayang oleh Sang Maha Penyayang. Sayangi yang di bumi, pasti yang di langit sayang kepadamu.”
“Siapa yang tidak menyayangi, dia tidak akan di sayangi.”

Jadi, dalam agama Islam setiap hari adalah Hari Kasih Sayang…

Alhamdulillah, aku bangga jadi orang Islam, buat apa meniru-niru yang lain….

Read more...

Cara Memahami Nash Al Qur’an

>> Jumat, 21 Januari 2011

1. Memahami Ayat dengan Ayat

Menafsirkan satu ayat Qur’an dengan ayat Qur’an yang lain, adalah jenis penafsiran yang paling tinggi. Karena ada sebagian ayat Qur’an itu yang menafsirkan (baca, menerangkan) makna ayat-ayat yang lain. Contohnya ayat, yang artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak pernah merasa cemas dan tidak pula merasa bersedih hati.” (Yunus : 62)
Lafadz auliya’ (wali-wali), diterangkan/ditafsirkan dengan ayat berikutnya yang artinya : “Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (Yunus : 63)

Berdasarkan ayat di atas maka setiap orang yang benar-benar mentaati perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, maka mereka itu adalah para wali Allah. Tafsiran ini sekaligus sebagai bantahan orang-orang yang mempunyai anggapan, bahwa wali itu ialah orang yang mengetahui perkara-perkara yang gaib, memiliki kesaktian, di atas kuburnya terdapat bangunan kubah yang megah, atau keyakinan-keyakinan batil yang lain. Dalam hal ini, karamah bukan sebagai syarat untuk membuktikan orang itu wali atau bukan. Karena karamah itu bisa saja tampak bisa pula tidak.

Adapun hal-hal aneh yang ada pada diri sebagian orang-orang sufi dan orang-orang ahli bid’ah, adalah sihir, seperti yang sering terjadi pula pada orang-orang majusi di India dan lain sebagainya. Itu sama sekali bukan karamah, tetapi sihir seperti yang difirmankan Allah, artinya: “Terbayang kepada Musa, seolah-olah ia merayap cepat lantaran sihir mereka.” (Thaha: 66)

2. Memahami Ayat Al-Qur’an dengan Hadits Shahih

Menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan hadits shahih sangatlah urgen, bahkan harus. Allah menurunkan Al-Qur’an kepada Nabi Shallallahu alaihi wasalam . Tidak lain supaya diterangkan maksudnya kepada semua manusia. Firman-Nya, artinya: “…Dan Kami turunkan Qur’an kepadamu (Muhammad) supaya kamu terangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka agar mereka pikirkan.” (An-Nahl : 44)
Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam bersabda, artinya: “Ketahuilah, aku sungguh telah diberi Al-Qur’an dan yang seperti Qur’an bersama-sama.” (HR. Abu Dawud)

Berikut contoh-contoh tafsirul ayat bil hadits:

*

Ayat yang artinya: “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (Surga) dan tambahannya.” (Yunus : 26)
Tambahan di sini menurut keterangan Rasulullah, ialah berupa kenikmatan melihat Allah. Beliau bersabda, artinya: “Lantas tirai itu terbuka sehingga mereka dapat melihat Tuhannya, itu lebih mereka sukai dari pada apa-apa yang diberikan kepada mereka.” Kemudian beliau membaca ayat ini : Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (Surga) dan tambahannya. “ (HR. Muslim).

*

Ketika turun ayat, yang artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukan iman mereka dengan kezhaliman….” (Al-An’am : 82)
Menurut Abdullah bin Mas’ud, para sahabat merasa keberatan karena-nya. Lantas merekapun bertanya, “Siapa di antara kami yang tidak menzalimi dirinya, ya Rasul?” Beliau jawab, “Bukan itu maksudnya. Tetapi yang dimaksud kezaliman di ayat itu adalah syirik. Tidakkah kalian mendengar/ucapan Lukman kepada putranya yang berbunyi: “Wahai anakku, janganlah engkau menyekutukan Allah. Karena perbuatan Syirik (menyekutukan Allah) itu sungguh suatu kezaliman yang sangatlah besar.” (HR. Muslim)

Dari ayat dan hadits itu dapat dipetik kesimpulan : Kezaliman itu urutan-nya bertingkat-tingkat. Perbuatan maksiat itu tidak disebut syirik. Orang yang tidak menyekutukan Allah, mendapat keamanan dan petunjuk.

3. Memahami Ayat dengan Pemahaman Sahabat

Merujuk kepada penafsiran para sahabat terhadap ayat-ayat Qur’an seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud sangatlah penting sekali untuk mengetahui maksud suatu ayat. Karena, di samping senantiasa menyertai Rasulullah, mereka juga belajar langsung dari beliau. Berikut ini beberapa contoh tafsir dengan ucapan sahabat, tentang ayat yang artinya: “Yaitu Tuhan yang Maha Pemurah yang bersemayam di atas ‘arsy.” (Thaha 5)

Al-Hafiz Ibnu Hajar di dalam Kitab Fathul Baari berkata, Menurut Ibnu Abbas dan para ahli tafsir lain, istawa itu maknanya irtafa’a (naik atau meninggi).

4. Harus Mengetahui Gramatika Bahasa Arab

Tidak diragukan lagi, untuk bisa memahami dan menafsiri ayat-ayat Qur’an, mengetahui gramatika bahasa Arab sangatlah urgen. Karena Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab.
Firman Allah, artinya:
“Sungguh Kami turunkan Al-Qur’an dengan bahasa Arab supaya kamu memahami.” (Yusuf : 2)
Tanpa mengetahui bahasa Arab, tak mungkin bisa memahami makna ayat-ayat Qur’an. Sebagai contoh ayat: “tsummas tawaa ilas samaa’i”. Makna istawaa ini banyak diperselisihkan. Kaum Mu’tazilah mengartikannya menguasai dengan paksa. Ini jelas penafsiran yang salah. Tidak sesuai dengan bahasa Arab. Yang benar, menurut pendapat para ahli sunnah waljamaah, istawaa artinya ‘ala wa irtafa’a (meninggi dan naik). Karena Allah mensifati dirinya dengan Al-’Ali (Maha Tinggi).

Anehnya, banyak orang penganut faham Mu’tazilah yang menafsiri lafaz istawa dengan istaula. Pemaknaan seperti ini banyak tersebar di dalam kitab-kitab tafsir, tauhid, dan ucapan-ucapan orang. Mereka jelas menging-kari ke-Maha Tinggian Allah yang jelas-jelas tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur’an, hadits-hadits shahih, perkataan para sahabat dan para tabi’in, Mereka mengingkari bahasa Arab di mana Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa itu. Ibnu Qayyim berkata, Allah memerin-tahkan orang-orang Yahudi supaya mengucapkan “hitthotun” (bebaskan kami dari dosa), tapi mereka pelesetkan atau rubah menjadi “hinthotun” (biji gandum). Ini sama dengan kaum Mu’tazilah yang mengartikan istawa dengan arti istaula.

Contoh kedua, pentingnya Bahasa Arab dalam menafsiri suatu ayat, misalnya ayat yang artinya:
“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada ilah (yang haq) melainkan Allah…” (Muhammad: 19).
Ilah artinya al-ma’bud (yang disembah). Maka kalimat Laa ilaaha illallaah, artinya laa ma’buuda illallaah (tidak ada yang patut disembah kecuali Allah saja). Sesuatu yang disembah selain Allah itu banyak; orang-orang Hindu di India menyembah sapi. Pemeluk Nasrani menyembah Isa Al-Masih, tidak sedikit dari kaum Muslimin sangat disesalkan karena menyembah para wali dan berdo’a meminta sesuatu kepadanya. Padahal, dengan tegas Nabi Shallallahu alaihi wasalam berkata, artinya: “Doa itu ibadah”. (HR At-Tirmidzi).

Nah, karena sesuatu yang dijadikan sesembahan oleh manusia banyak macamnya, maka dalam menafsirkan ayat di atas mesti ditambah dengan kata haq sehingga maknanya menjadi Laa ma’buuda haqqon illallaah (tidak ada sesembahan yang haq kecuali Allah). Dengan begitu, semua sesembahan-sesembahan yang batil yakni selain Allah, keluar atau tidak masuk dalam kalimat tersebut. Dalilnya ialah ayat berikut, yang artinya: “Demikianlah, karena sesungguhnya Allah. Dialah yang haq. Dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah itulah yang batil.” (Luqman: 30).

Dengan diartikannya lafadz ilah menjadi al-ma’buud, maka jelaslah kekeliruan kebanyakan orang Islam yang berkeyakinan bahwa Allah ada di mana-mana dan mengingkari ketinggianNya di atas ‘Arsy dengan memakai dalil ayat berikut, yang artinya: “Dan Dialah Tuhan di langit dan Tuhan di bumi.” (Az-Zukhruf: 84).

Sekiranya mereka memahami arti ilah dengan benar, nisacaya mereka tidak memakai dalil ayat tersebut. Yang benar, seperti yang telah diterangkan di atas, al-ilah itu artinya: al-ma’buud sehingga ayat itu artinya menjadi : “Dan Dialah Tuhan ( yang disembah) di langit dan Tuhan (yang disembah) di bumi.”

Contoh ketiga, pentingnya mengetahu gramatika bahasa Arab untuk supaya bisa menafsiri ayat dengan benar, ialah mengetahui ungkapan kata akhir tapi didahulukan, dan kata depan tapi ditaruh di akhir kalimat. Sebagai contoh, firman iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in. artinya: “Hanya kepadamu kami menyembah, dan hanya kepadamu pula kami memohon pertolongan.” (Al-Fatihah: 5).
Didahulukannya kata iyyaka atas kata kerja na’budu dan nasta’in , ialah untuk pembatas dan pengkhususan, maka maksudnya menjadi laa na’budu illaa iyyaaka walaa nasta’iinu illaa bika yaa Allaah, wanakhusshuka bil ‘ibaadah wal isti’aanah wahdaka. (kami tidak menyembah siapapaun kecuali hanya kepadaMu. Kami tidak mohon pertolongan kecuali hanya kepadaMu, ya Allah. Dan hanya kepadaMu saja kami beribadah serta memohon pertolongan).

5. Memahami Nash Al-Qur’an dengan Asbabun Nuzul

Mengetahui sababun nuzul (peristiwa yang melatari turunnya ayat) sangat membantu sekali dalam memahami Al-Qur’an dengan benar.
Sebagai contoh, ayat yang artinya: “Katakanlah: Panggillah mereka yang kamu anggap sebagai (Tuhan) selain Allah, mereka tidak akan memiliki kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula memindahkan-nya. Orang-orang yang mereka seru itu juga mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengha-rapkan rahmatNya, serta takut akan adzab-Nya. Karena adzab Tuhanmu itu sesuatu yang mesti ditakuti.” (Al-Israa’: 56-57).

Ibnu Mas’ud berkata, segolongan manusia ada yang menyembah segolongan jin, lantas sekelompok jin itu masuk Islam. Karena yang lain tetap bersikukuh dengan peribadatannya, maka turunlah ayat: Orang-orang yang mereka seru itu juga mencari jalan kepada Tuhan mereka (Muttafaq ‘alaih).
Ayat itu sebagai bantahan terhadap orang-orang yang menyeru dan bertawassul kepada para nabi atau para wali. Tapi, sekiranya orang-orang itu bertawassul kepada keimanan dan kecintaan mereka kepada para nabi atau wali, tentu tawassul semacam itu boleh-boleh saja.

Demikian penjelasan Muhammad Ibn Jamil Zainu dalam Kitab kaifa Nafhamul Qur’an.

Read more...

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP