Penuturan Aktivis Armada Kebebasan Tentang Kebiadaban IsraelPenuturan Aktivis Armada Kebebasan Tentang Kebiadaban Israel

>> Kamis, 03 Juni 2010


Apa yang digunakan oleh Israel ketika menyerang para aktivis di dalam kapal Armada Kebebasan? Menurut salah seorang aktivis yang dideportasi Israel ke Yordan, Komando Angkatan Laut Israel menggunakan tongkat pemukul, gas air mata, granat, peluru karet berlapis dan amunisi berbahaya selama penyerbuan kapal bantuan menuju Gaza tersebut. Hal ini dikatakan oleh Norazma Abdullah, aktivis asal Malaysia pada hari Rabu kemarin di Yordania.

“Israel menyerang kami tanpa peringatan setelah salat subuh,” kata Norazma. “Mereka awalnya menembak kami dengan peluru karet, tetapi beberapa saat kemudian, mereka menggunakan peluru tajam. Lima orang mati di tempat ketika itu juga dan setelah itu kami menyerah.”

Norazma Abdullah, berbicara dengan Reuters di dekat jembatan sungai Yordan, mengatakan pasukan Israel kemudian menahan para aktivis dengan posisi diikat badannya selama 15 jam sampai mereka tiba di pelabuhan Israel Asdod.

“Dan mereka membunuh seorang aktivis Turki yang sudah terluka, menembak tepat di kepalanya.”

Aktivis lain yang bernama Buhamd Ali menambahkan ia melihat seorang tentara Israel menembak dan membunuh orang Turki yang sudah terluka tepat di kepalanya.

“Saya tegaskan kepada Anda bahwa tidak ada satu dari para relawan mempunyai senjata api. Kami tidak punya senjata, kecuali pisau dapur. Dan para relawan tidak memulai perlawanan apapun,” kata seorang pengacara yang bernama Mutawa.

Abdul Rahman Failakawee, aktivis Kuwait, mengatakan Israel telah menggunakan lusinan senjata untuk menaklukkan mereka. “Serangan (mereka) benar-benar biadab,” katanya. “Mereka menggunakan peluru yang legal dan mungkin senjata yang ilegal: peluru karet, peluru api tajam, bom dan gas air mata. Mereka juga menggunakan tongkat pemukul saat mereka mendarat untuk memukul orang-orang di kapal yang sedang mengendalikan kapal.”

“Mereka menghina kami,” kata Ahmed Brahimi, seorang aktivis Aljazair. “Kami tidak bersenjata. Kami tidak pergi ke sana bukan untuk bertempur. Kami sedang melakukan salat Shubuh ketika Israel pertama kali datang di kapal Marmara.”

“Kami menggunakan tongkat dan semua apa yang bisa kami temukan untuk mempertahankan diri untuk menghentikan serangan mereka. Selama serangan kedua, mereka berhasil menculik anak kecil, putra kapten kami, dan kemudian kami disuruh untuk menyerah.”
“(Mereka) menyita ponsel kami, tidak mengizinkan kami untuk menggunakan … toilet, tangan kami diikat.”

“Mereka menyuruh kami untuk menandatangani dokumen tertulis dalam bahasa Ibrani,” katanya. “Kami, rakyat Aljazair, menolak menandatangani dokumen tersebut karena kami tidak mengerti bahasa Ibrani dan yang lebih penting karena kami tidak mengakui Israel.”

0 komentar:

About This Blog

Lorem Ipsum

  © Blogger templates Palm by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP